RI News Portal. Bogor, 21 November 2025 – Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (Pusbang SDM) Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bekerja sama dengan Kedutaan Besar Inggris dan BAE Systems menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Threat Hunting: Endgame Workshop” selama tiga hari, 18–20 November 2025, di Aula Gedung BSSN, Sentul, Kabupaten Bogor.
Workshop ini menjadi puncak dari rangkaian Threat Hunting Training yang sebelumnya digelar pada Juni 2025. Sebanyak 16 peserta terpilih dari empat negara (Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina) diundang untuk mengikuti tahap akhir pelatihan yang dirancang sebagai simulasi tingkat tinggi lintas yurisdiksi.
Acara dibuka secara resmi oleh Deputi Bidang Strategi dan Kebijakan Keamanan Siber dan Sandi BSSN, Marsda TNI R. Tjahjo Kurniawan. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa kemampuan threat hunting proaktif telah menjadi kebutuhan strategis bagi negara-negara di kawasan Indo-Pasifik yang menghadapi lonjakan serangan siber terkoordinasi. Opening remarks kemudian disampaikan oleh Neil Best, Head of Indo-Pacific Cyber Programme (IPCP) Kedutaan Besar Inggris, yang menggarisbawahi komitmen Inggris untuk memperkuat kapasitas regional melalui transfer pengetahuan dan praktis.

Hadir pula Kepala Pusbang SDM BSSN Brigjen TNI Tomy Arvianto, Kepala Bagian Umum Pusbang SDM Muhammad Nizar, serta perwakilan Deputi I Bidang Proteksi Keamanan Siber dan Sandi BSSN.
Berbeda dengan pelatihan konvensional berbasis kuliah atau laboratorium teknis, workshop ini mengadopsi format Table Top Exercise (TTX) skala besar dengan elemen kolaborasi lintas negara. Para peserta dibagi dalam kelompok multinasional untuk menangani serangkaian skenario insiden siber kompleks yang mencakup serangan rantai pasok, eksfiltrasi data sensitif, serta kampanye disinformasi yang didukung aktor negara.
Pada hari ketiga, fasilitator memperkenalkan metode Analysis of Competing Hypotheses (ACH), teknik intelijen yang awalnya dikembangkan CIA yang kini banyak digunakan dalam analisis ancaman siber. Melalui matriks ACH, peserta dilatih untuk secara sistematis mengevaluasi berbagai hipotesis atribusi serangan, mengidentifikasi inkonsistensi bukti, dan meminimalkan bias kognitif. Pendekatan ini memaksa peserta berpikir seperti attacker sekaligus defender, sehingga meningkatkan akurasi keputusan dalam situasi krisis yang informasi tidak lengkap.
Baca juga : Wartawati Kebumen Umi Fitriyati Bantah Tuduhan Pemerasan Rp2 Juta dan Penerimaan Amplop Rp500 Ribu
“Workshop ini bukan sekadar latihan teknis, melainkan pembangunan kepercayaan dan mekanisme koordinasi cepat antarnegara ketika serangan siber berskala regional terjadi,” ujar salah satu fasilitator senior dari BAE Systems yang enggan disebut namanya.
Para peserta menyatakan bahwa pengalaman mengelola skenario bersama rekan dari negara lain memberikan wawasan baru mengenai perbedaan prosedur operasional standar (SOP), hambatan bahasa hukum, serta variasi tingkat kematangan kelembagaan di masing-masing negara, aspek yang jarang tersentuh dalam pelatihan nasional biasa.
Dengan berakhirnya workshop ini, ke-16 peserta diharapkan menjadi katalis perubahan di institusi masing-masing, baik dalam menyusun doktrin threat hunting nasional, membentuk unit respons khusus, maupun memperkuat jaringan komunikasi darurat regional. Inisiatif ini sekaligus menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu pusat pelatihan keamanan siber terdepan di Asia Tenggara melalui kerja sama konkret dengan mitra strategis seperti Inggris.
Pewarta : Vie

