
RI News Portal. Beijing, 27 Juni 2025 — Ketegangan retorika antara Amerika Serikat dan China kembali mencuat setelah pernyataan terbaru dari Menteri Pertahanan AS yang menyebut China sebagai “ancaman” dan menekankan strategi pencegahan untuk menjaga stabilitas Indo-Pasifik. Menanggapi hal tersebut, juru bicara Kementerian Pertahanan China, Zhang Xiaogang, pada Kamis (26/6) mendesak pemerintah AS agar bersikap objektif dan rasional dalam memandang perkembangan Negeri Tirai Bambu.
Dalam penjelasannya, Zhang mengkritik upaya Washington yang, menurutnya, cenderung menggiring opini publik AS dan masyarakat internasional untuk memandang China secara negatif. Zhang juga menyoroti rencana AS memperkuat kesiapan tempur pasukan di kawasan Indo-Pasifik, termasuk meningkatkan kemampuan pertahanan Taiwan, sebagai langkah yang justru berpotensi memicu eskalasi ketegangan regional.
“Masalah Taiwan adalah murni urusan internal China dan tidak mentoleransi intervensi asing,” tegas Zhang. Ia mendesak pihak AS untuk berhenti menjadikan China sebagai kambing hitam dalam berbagai isu keamanan regional dan global, serta menciptakan kondisi yang lebih kondusif demi perkembangan hubungan bilateral maupun kerja sama militer kedua negara.

Pernyataan Zhang tersebut menegaskan posisi China yang konsisten mempertahankan klaim kedaulatannya atas Taiwan. Ia juga menampik tuduhan bahwa pembangunan kekuatan militer China ditujukan untuk ancaman ofensif, melainkan ditekankan sebagai instrumen penjaga perdamaian. “China tidak pernah mengancam negara mana pun dengan perkembangannya, dan juga tidak menggunakan pencegahan maupun pemaksaan seperti yang dilakukan negara tertentu,” imbuhnya.
Dari perspektif akademis, dinamika semacam ini mencerminkan rivalitas geopolitik klasik di kawasan Indo-Pasifik, di mana AS mempertahankan posisinya sebagai aktor dominan, sedangkan China menegaskan klaim kedaulatannya dan hak membangun kapasitas pertahanan nasional. Diskursus tentang “perdamaian melalui kekuatan” yang diusung Washington sering dinilai oleh pihak Beijing sebagai upaya hegemoni terselubung, sementara dari kacamata AS, penguatan kehadiran militer dinilai sah demi stabilitas regional dan perlindungan sekutu.
Baca juga : Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor di Banten Menuju Tenggat, 154 Ribu Warga Tangerang Masih Menunggak
Pakar hubungan internasional berpendapat, narasi ancaman yang saling dipertukarkan ini berisiko menimbulkan mispersepsi berkelanjutan, mempersulit jalur diplomasi strategis, dan memicu perlombaan senjata di kawasan Asia-Pasifik. Di tengah tantangan global yang memerlukan kolaborasi, seperti perubahan iklim dan stabilitas ekonomi, komunikasi strategis yang terbuka serta deeskalasi retorika menjadi kebutuhan mendesak agar kompetisi geopolitik tidak berujung pada konflik terbuka.
Pewarta : Setiawan S.TH

Assalamualaikum…
Salam sapa satu..
Pesisir selatan..