RI News Portal. Barcelona, 3 November 2025 – Dalam duel yang sarat makna psikologis pasca-derby panas, FC Barcelona berhasil mengamankan tiga poin krusial melalui kemenangan 3-1 atas Elche CF pada pekan ke-11 La Liga. Pertandingan yang digelar di Stadion Lluis Companys pada Senin dini hari WIB ini menjadi bukti resiliensi skuad asuhan Hansi Flick, sekaligus menegaskan bahwa kekalahan telak dari Real Madrid pekan sebelumnya hanyalah interupsi sementara dalam perburuan gelar.
Kemenangan ini bukan sekadar tentang angka; ia merepresentasikan pemulihan mental kolektif. Setelah tersungkur di tangan rival abadi, Barcelona kini mengoleksi 25 poin dari 11 laga, tertinggal lima angka dari Madrid yang masih bertengger di puncak. Bagi Elche, hasil ini memperpanjang catatan minor mereka di kandang lawan, menempatkan tim besutan Eder Sarabia di peringkat kesembilan dengan 14 poin—sebuah posisi yang semakin menjauhkan mereka dari ambisi Eropa musim ini.
Barcelona mencatatkan 17 peluang emas—angka yang mencerminkan intensitas serangan yang telah menjadi ciri khas era Flick. Meski Elche sempat menguasai bola hingga 51 persen, pengendalian itu lebih bersifat steril ketimbang mengancam. Peluang-peluang tuan rumah lahir dari transisi cepat dan eksploitasi ruang di antara lini tengah dan belakang Elche, sebuah pola yang terlihat sejak menit-menit awal.

Lamine Yamal, wonderkid berusia 18 tahun, kembali menjadi aktor utama. Gol pembuka pada menit ke-9 lahir dari umpan silang rendah Alejandro Balde yang dieksekusi dengan dingin oleh Yamal—sebuah kombinasi yang mengindikasikan maturitas taktis di luar usianya. Dua menit kemudian, Ferran Torres mengonversi assist Fermin Lopez menjadi gol kedua, memanfaatkan kelengahan bek Elche yang terlambat menutup ruang.
Elche sempat menyengat melalui Rafa Mir pada menit ke-42. Gol jarak dekat itu lahir dari skema serangan balik yang memanfaatkan celah di sisi kiri pertahanan Barcelona—sebuah momen yang sempat membuat suporter tuan rumah terdiam. Namun, respons Barcelona di babak kedua menunjukkan kedalaman skuad yang menjadi pembeda.
Marcus Rashford, yang sempat digagalkan VAR karena offside, akhirnya mencetak gol ketiga pada menit ke-61. Gol itu bukan hanya tentang penyelesaian akhir; ia lahir dari pressing tinggi yang memaksa kesalahan Elche di area sendiri, diikuti oleh umpan terobosan Raphinha yang dieksekusi dengan tenang oleh penyerang Inggris tersebut.
Baca juga : Konflik Pedagang Lokal di Kawasan Industri Kendal: Pengusiran Berbasis Asal Daerah dan Upaya Mediasi Ormas
Kunci kemenangan Barcelona terletak pada adaptasi taktis pasca-El Clasico. Flick menginstruksikan lini tengah untuk lebih agresif dalam merebut bola kedua, sebuah pendekatan yang terbukti efektif melawan tim-tim yang mengandalkan penguasaan bola seperti Elche. Data menunjukkan bahwa 62 persen serangan Barcelona lahir dari recovery di sepertiga tengah lapangan—angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata musim ini.
Bagi Elche, kekalahan ini menyoroti masalah kronis dalam konversi peluang. Meski menciptakan tujuh tembakan (tiga di antaranya tepat sasaran), hanya satu yang berbuah gol. Rafa Mir, meski menjadi ancaman konstan, terisolasi tanpa dukungan cukup dari lini kedua—sebuah kelemahan yang terus dieksploitasi lawan-lawan kuat.

Dengan jeda internasional di depan mata, Barcelona akan memanfaatkan momentum ini untuk memperbaiki detail-detail kecil yang masih menjadi PR, terutama dalam hal konsistensi pertahanan saat menghadapi serangan balik. Sementara Elche harus segera menemukan solusi untuk masalah away form mereka jika ingin tetap relevan dalam perebutan tiket Eropa.
Kemenangan ini bukan akhir dari perjalanan, melainkan pengingat bahwa dalam sepak bola modern, resiliensi mental sering kali menjadi pembeda antara penantang dan juara. Barcelona, setidaknya untuk saat ini, telah kembali ke jalur yang benar.
Pewarta : Vie

