RI News Portal. Denpasar, 1 Desember 2025 – Gubernur Bali I Wayan Koster menegaskan dukungan penuh Pemerintah Provinsi Bali terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Inisiatif DPRD Bali tentang Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Koster dalam rapat paripurna di Gedung DPRD Provinsi Bali, Senin pagi (1/12).
Berbeda dengan pendekatan sebagian besar daerah lain di Indonesia yang masih mengadopsi kerangka nasional secara pasif, Raperda Bali ini dirancang untuk menjawab kompleksitas lokal yang jauh lebih luas daripada sekadar aksesibilitas fisik ramp dan jalur tuna netra.
“Isu disabilitas di Bali sudah tidak lagi sederhana. Kita berhadapan dengan tantangan yang bersinggungan langsung dengan identitas budaya dan pariwisata pulau ini,” ujar Koster.
Ia merinci setidaknya 14 ranah yang selama ini masih abu-abu regulasinya: aksesibilitas fisik, pendidikan inklusif, lapangan kerja dan kewirausahaan, partisipasi politik, pelibatan dalam upacara keagamaan dan adat, olahraga, seni budaya, pariwisata yang ramah disabilitas, perlindungan sosial, layanan kesehatan, infrastruktur pemukiman, penanganan bencana, digitalisasi layanan publik, penciptaan lingkungan sosial yang inklusif, hingga pendataan yang akurat dan terintegrasi.

Koster menekankan bahwa tanpa regulasi daerah yang tegas, banyak kebijakan nasional justru berpotensi tumpang tindih atau malah tidak tersentuh sama sekali di tingkat implementasi.
Salah satu poin krusial yang ditekankan Gubernur adalah kewajiban pembagian kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, terutama pada tiga sektor besar: penyelenggaraan pendidikan inklusif, penyaluran bantuan sosial, dan jaminan kesehatan nasional bagi penyandang disabilitas.
“Kita tidak ingin lagi ada kasus di mana seorang penyandang disabilitas di Gianyar tidak mendapat bantuan hanya karena terdaftar di data kabupaten lain, atau program BPJS Kesehatan tidak bisa diakses karena tidak ada koordinasi data yang valid,” tegasnya.
Raperda ini juga mewajibkan pembentukan sistem pendataan terpadu yang mencakup nama lengkap, alamat domisili terperinci, jenis dan derajat disabilitas, riwayat layanan yang pernah diterima, hingga kebutuhan spesifik masing-masing individu. Sistem ini akan diintegrasikan secara real-time antara Pemprov Bali, sembilan kabupaten/kota, serta organisasi penyandang disabilitas yang ada.
“Kita ingin kebijakan ke depan benar-benar tepat sasaran. Tidak ada lagi penyandang disabilitas yang terlantar hanya karena tidak terdata atau karena datanya tercecer di banyak lembaga,” tambah Koster.
Mantan Ketua DPRD Bali ini juga menegaskan bahwa Raperda bukan sekadar formalitas pemenuhan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, melainkan wujud komitmen politik untuk menjadikan Bali sebagai provinsi pertama di Indonesia yang memiliki regulasi daerah komprehensif yang benar-benar “Bali-sentris” dalam merespons isu disabilitas.
“Kita ingin Bali tidak hanya dikenal sebagai destinasi pariwisata kelas dunia, tetapi juga sebagai pulau yang menghormati martabat setiap warganya, termasuk 2,7 persen penduduknya yang menyandang disabilitas,” pungkasnya.
Raperda ini kini memasuki tahap harmonisasi dan legal drafting intensif sebelum dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi Perda pada awal 2026. Jika terealisasi, Bali berpotensi menjadi benchmark nasional regulasi disabilitas berbasis kearifan lokal yang terukur dan akuntabel.
Pewarta : Kade NAL

