
RI News Portal. Padangsidimpuan, 10 Agustus 2025 — Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Masyarakat Peduli Hukum Tapanuli Bagian Selatan (GMMPH-Tabagsel) kembali menggelar aksi unjuk rasa jilid III di depan Kantor Kejaksaan Negeri dan Kantor Walikota Padangsidimpuan. Aksi ini merupakan lanjutan dari protes yang telah dilakukan sebelumnya, menuntut penegakan hukum atas dugaan praktik pungutan liar (pungli) di tubuh Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kota Padangsidimpuan.
Dalam orasinya, Haris Munandar selaku koordinator lapangan menyampaikan tuntutan secara lugas dan tegas agar Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan tidak lagi bersikap pasif terhadap dugaan pungli yang dinilai telah meresahkan banyak pihak. “Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, ini adalah tindakan melawan hukum yang telah mengganggu stabilitas kerja di seluruh OPD dan rekanan proyek,” tegas Haris.
Didi Santoso, koordinator aksi lainnya, menambahkan bahwa GMMPH-Tabagsel telah melakukan aksi berkali-kali, namun belum melihat respons konkret dari Kejari. Ia menyebut bahwa informasi dari sumber internal OPD dan rekanan proyek menunjukkan bahwa praktik pungli telah menjadi “budaya” yang tidak tersentuh hukum. “Kecuali Tuhan, tidak ada yang bisa menyentuh mereka,” ujar Didi dalam orasinya yang menggambarkan frustrasi atas lemahnya penegakan hukum.

Dalam pernyataan resmi aksi, GMMPH-Tabagsel mengajukan tiga tuntutan utama:
No | Tuntutan | Sasaran | Penjelasan |
---|---|---|---|
1 | Pemeriksaan Kepala Bakeuda dan oknum terkait | Kejari Padangsidimpuan | Dugaan pungli dalam proses pencairan dana GU dan DP, berdasarkan laporan dari OPD dan rekanan proyek |
2 | Evaluasi dan pencopotan pejabat Bakeuda | Walikota Padangsidimpuan | Desakan agar pemimpin kota bersikap tegas terhadap dugaan korupsi dan pungli |
3 | Pengunduran diri Kepala Bakeuda | Kepala Bakeuda Padangsidimpuan | Dinilai tidak mampu menjalankan amanah dan menjaga integritas lembaga keuangan daerah |
Saif Azis Siregar, koordinator aksi lainnya, menyoroti lambannya proses hukum dan minimnya keberanian pemerintah kota dalam mengambil langkah evaluatif. “Sudah berkali-kali kami turun ke jalan, namun belum ada titik terang. Ini bukan sekadar kelalaian, ini bentuk pembiaran,” ujarnya.
Pantauan media menunjukkan bahwa aksi sempat memanas ketika massa mahasiswa mencoba masuk ke area kantor Kejari. Ketegangan mereda setelah perwakilan Kejari menemui massa, dan aparat keamanan berhasil mengendalikan situasi hingga aksi berakhir tertib.
Baca juga : Konsolidasi Nasional Sapu Jagad di Tawangmangu: Penguatan Nilai Perjuangan dan Advokasi Hukum Masyarakat
GMMPH-Tabagsel menegaskan komitmennya untuk terus menyuarakan kebenaran dan keadilan. Mereka berjanji akan kembali dengan massa yang lebih besar dalam aksi damai jilid IV jika tuntutan tidak ditindaklanjuti.
Fenomena yang diangkat oleh GMMPH-Tabagsel mencerminkan persoalan struktural dalam birokrasi lokal, di mana praktik pungli tidak hanya terjadi secara sporadis, tetapi telah mengakar sebagai “budaya” yang sulit diberantas. Ketika lembaga penegak hukum dan pemerintah daerah tidak menunjukkan keberanian politik dan integritas institusional, maka ruang bagi akuntabilitas publik menjadi sempit.
Aksi mahasiswa ini bukan sekadar ekspresi kemarahan, tetapi juga bentuk advokasi sipil yang menuntut reformasi tata kelola keuangan daerah. Dalam konteks demokrasi lokal, gerakan seperti GMMPH-Tabagsel memainkan peran penting sebagai pengawas sosial yang mendorong transparansi dan akuntabilitas.
Pewarta : Adi Tanjoeng
