
“Hukum bukan hanya alat kekuasaan, melainkan alat kontrol terhadap kekuasaan. Ketika rakyat kecil berhadapan dengan institusi besar seperti bank atau negara, hukum harus berpihak pada perlindungan hak asasi.”
Gunungkidul, 7 Mei 2025 — Pengadilan Negeri Gunungkidul melaksanakan pengosongan rumah milik Edi Susanto yang terletak di Padukuhan Mokol, Kalurahan Selang, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (07/05/2025). Tindakan eksekutorial ini dipicu oleh wanprestasi dalam pelunasan kredit yang dijaminkan dengan rumah tersebut di salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di wilayah setempat.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, keluarga Edi Susanto telah menunggak pembayaran angsuran dalam jangka waktu yang cukup lama. Menyikapi kondisi tersebut, pihak BPR menempuh upaya hukum dengan melelang rumah agunan secara resmi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses lelang yang telah selesai tersebut akhirnya diikuti dengan permintaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri, hingga pelaksanaan pengosongan dilakukan.

Namun, kuasa hukum keluarga Edi Susanto, R. Subekti, menyampaikan keberatan atas pelaksanaan eksekusi ini. Ia menilai bahwa proses lelang yang dilakukan oleh pihak BPR mengandung cacat hukum. “Dalam proses lelang ada kesalahan, di mana pihak kreditur—dalam hal ini pihak bank—membeli sendiri objek lelang tanpa adanya akta notaris (de command),” ujarnya.
Lebih lanjut, Subekti menegaskan bahwa pihaknya telah mengajukan gugatan pembatalan lelang ke Pengadilan Negeri Gunungkidul. “Kita telah gugat pembatalan lelang. Sidang pertama dijadwalkan pada tanggal 15 Mei 2025,” tambahnya.
Persinggungan antara Hak Kreditur dan Prinsip Due Process of Law
Secara yuridis, kasus ini dapat ditinjau dari beberapa perspektif hukum, baik dari segi hukum perdata maupun hukum acara perdata, khususnya terkait dengan lelang eksekusi jaminan kredit.
- Legalitas Eksekusi dan Lelang Jaminan
Proses lelang atas jaminan utang yang dilakukan oleh lembaga keuangan seperti BPR didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, khususnya Pasal 20 ayat (1), yang menyatakan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama berhak menjual objek hak tanggungan melalui lelang umum untuk pelunasan piutangnya. Namun, peraturan ini juga mensyaratkan bahwa prosedur pelaksanaan lelang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk pelibatan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) serta kepatuhan terhadap prinsip-prinsip hukum formil. - Perdebatan soal Pembelian oleh Kreditur Sendiri
Gugatan yang diajukan oleh R. Subekti berfokus pada dugaan bahwa bank sebagai kreditur membeli sendiri objek agunan tanpa akta de command, yang dalam praktik hukum perdata bisa dianggap sebagai pelanggaran asas kehati-hatian serta bertentangan dengan asas lelang yang terbuka dan transparan. Meskipun tidak secara eksplisit diatur dalam perundang-undangan bahwa pembelian oleh kreditur sendiri selalu dilarang, hal tersebut tetap harus dilakukan dengan mengikuti prosedur formil, termasuk dokumentasi hukum melalui akta notaris yang menunjukkan adanya pemisahan antara fungsi kreditur dan peserta lelang. - Eksekusi Ditengah Sengketa Hukum
Satu aspek penting adalah kenyataan bahwa eksekusi dilakukan sementara proses hukum terkait keabsahan lelang masih berlangsung. Ini menimbulkan perdebatan dari sisi asas due process of law, yang menuntut bahwa proses hukum sebaiknya dituntaskan terlebih dahulu sebelum eksekusi berdampak fisik dilakukan, agar tidak melanggar hak-hak perdata warga negara.
Etika dan Perlindungan Hak Rakyat Kecil
Dari sisi etika publik dan hak sosial, pengosongan rumah tinggal atas nama eksekusi hukum terhadap warga yang masih menempuh upaya hukum dapat menimbulkan ketimpangan sosial dan krisis kepercayaan terhadap sistem peradilan. Dalam konteks ini, negara dan lembaga peradilan semestinya menjamin akses terhadap keadilan (access to justice), khususnya bagi pihak-pihak yang tergolong lemah secara ekonomi.
Kasus Edi Susanto menjadi pengingat penting tentang urgensi penegakan hukum yang adil, transparan, dan menjunjung prinsip proporsionalitas. Meski kreditur memiliki hak atas pelunasan, proses eksekusi tetap harus memperhatikan aspek formil dan materil yang sah. Sidang gugatan pada 15 Mei 2025 mendatang akan menjadi momen krusial dalam menentukan apakah lelang dan pengosongan rumah tersebut sah atau perlu dibatalkan demi kepastian dan keadilan hukum.
Pewarta : Suparna
Kajian Hukum Setiawan S.Th Lembaga Justice Enforcement Association

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal