RI News Portal. Kabupaten Simalungun 5 Desember 2025 – Di tengah upaya nasional memperkuat ekonomi pedesaan pasca-pandemi dan ancaman fluktuasi harga komoditas pangan, sebuah inisiatif kecil namun strategis kembali menegaskan bahwa sinergi antara TNI dan masyarakat sipil masih menjadi pilar utama pembangunan desa. Kemarin, Kamis (4/12/2025), lahan milik Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sihubu Raya ramai oleh aktivitas penanaman bibit jahe merah yang melibatkan langsung Babinsa Koramil 14/Raya, Serma Dedek Indra Utama, Pangulu Nagori Aprianto Sipayung, serta puluhan warga setempat.
Berbeda dengan banyak program BUMDes lain yang masih berkutat pada sektor perdagangan umum atau simpan pinjam, BUMDes Sihubu Raya memilih jahe merah sebagai komoditas unggulan karena beberapa pertimbangan ekonomis dan agronomis: masa panen relatif singkat (8–10 bulan), toleransi terhadap lahan marginal yang banyak terdapat di wilayah dataran tinggi Simalungun, serta harga jual yang terus menunjukkan tren naik dalam lima tahun terakhir akibat tingginya permintaan industri obat herbal, minuman kesehatan, dan ekspor.
“Kami tidak ingin BUMDes hanya menjadi ‘toko desa’ biasa. Jahe ini diproyeksikan bisa memberikan multiplier effect: menyerap tenaga kerja lokal, meningkatkan pendapatan asli desa, sekaligus membuka peluang hilirisasi menjadi produk olahan seperti permen jahe atau minyak atsiri,” ungkap Aprianto Sipayung usai menanam bibit bersama warga.

Keberadaan Serma Dedek Indra Utama di tengah-tengah kegiatan bukan sekadar seremonial. Sejak awal tahun 2025, Koramil 14/Raya memang mengalokasikan pendampingan khusus bagi BUMDes di wilayah binaannya, mulai dari penyusunan rencana bisnis hingga teknis budidaya. Pendekatan ini sejak pra-tanam ini dianggap menjadi salah satu kunci keberhasilan program agar tidak berhenti pada tahap seremonial belaka.
“Babinsa tidak datang membawa bibit lalu pulang. Kami ikut mengolah lahan, mengawasi jarak tanam, bahkan nanti akan membantu monitoring hama secara berkala. Ini bentuk nyata kemanunggalan TNI dengan rakyat dalam ranah ekonomi,” tegas Serma Dedek.
Selama empat jam, sekitar 3.000 bibit jahe merah ditanam di lahan seluas setengah hektare yang sebelumnya merupakan tanah tidur milik nagori. Sistem tanam yang diterapkan mengadopsi pola jajar legowo yang direkomendasikan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), sehingga diharapkan produktivitas bisa mencapai 20–25 ton per hektare pada panen pertama.
Baca juga : Desa Waru Gelar Pelatihan Kesiapsiagaan Tanggap Bencana Tingkat Desa
Beberapa warga yang ikut serta mengaku termotivasi melihat langsung keterlibatan aparat TNI. “Kalau bapak Babinsa saja mau kotor-kotoran di lumpur bersama kami, masa kami sebagai pemilik lahan malah diam saja,” ujar Parluhutan Sitorus, salah seorang petani muda setempat.
Kegiatan ini juga menjadi catatan penting di tengah kecenderungan urbanisasi generasi muda desa. Keberhasilan budidaya jahe diharapkan mampu menahan laju migrasi dengan memberikan alternatif penghasilan yang menjanjikan tanpa harus meninggalkan kampung halaman.
Pangulu Aprianto menambahkan, hasil panen nantinya akan dipasarkan melalui koperasi desa dan kerja sama dengan beberapa eksportir jahe di Medan serta perusahaan jamu nasional yang sudah menyatakan minatnya sejak tahap perencanaan.
Langkah awal di Sihubu Raya ini memperlihatkan bahwa pembangunan ekonomi desa tidak selalu membutuhkan modal besar atau teknologi mutakhir, melainkan cukup dengan modal sosial berupa kepercayaan dan gotong royong yang masih terjaga kuat, terutama ketika aparat TNI secara konsisten hadir bukan sebagai penguasa, melainkan sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri.
Jika program ini berjalan sesuai rencana, Nagori Sihubu Raya berpotensi menjadi percontohan bagi ratusan desa lain di Kabupaten Simalungun bahwa komoditas rempah dapat menjadi lokomotif baru ketahanan ekonomi pedesaan di era ketidakpastian global.
Pewarta: Jhon Sinaga

