RI News Portal. Kendal, 28 November 2025 – Gelombang desakan masyarakat Jawa Tengah kepada Kantor Imigrasi Kelas I Semarang dan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jateng semakin menguat terkait dugaan keberadaan puluhan tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja tanpa izin resmi di Kawasan Industri Kendal (KIK). Sorotan tajam tertuju pada sebuah rumah kontrakan berukuran besar di wilayah Kelurahan Jungsemi, Kecamatan Kangkung, yang diduga difungsikan sebagai mess sementara bagi para pekerja asing tersebut.
Penelusuran di lapangan pada Kamis (27/11) menunjukkan, setiap pagi puluhan TKA dijemput bus perusahaan menuju lokasi kerja di KIK dan sebagian lainnya ke Kawasan Industri Candi (KIC) di Semarang. Keberadaan mereka secara sosial diterima warga setempat. Ketua RT 013, Untung, mengakui bahwa interaksi para TKA dengan lingkungan sekitar berjalan harmonis.
“Mereka sopan, tidak pernah mengganggu. Kadang memberi salam, kadang memberi makanan kecil ke anak-anak,” ujar Untung ketika ditemui di teras rumahnya yang hanya berjarak kurang dari 50 meter dari mess tersebut.

Namun, harmoni sosial itu tidak serta merta menghapus dugaan pelanggaran hukum yang jauh lebih substansial. Beberapa sumber masyarakat yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa mayoritas TKA tersebut tidak memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) maupun KITAS kerja yang sah. Jika terbukti, praktik ini melanggar Pasal 42 ayat (1) jo. Pasal 185 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang mengatur kewajiban setiap pemberi kerja untuk memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan sebelum mempekerjakan warga negara asing.
Lebih jauh, seorang mantan karyawan perusahaan pengguna TKA—yang meminta identitasnya dirahasiakan karena masih terikat ikatan kerja dengan pihak lain—mengungkap pola pelanggaran yang bersifat sistemik. Menurutnya, perusahaan tidak hanya diduga mempekerjakan TKA ilegal, tetapi juga melakukan eksploitasi terhadap pekerja lokal.
Baca juga : Polres Simalungun Tangkap Ketua BUMNag Dolok Merangir II atas Dugaan Korupsi Rp533 Juta
“Gaji kami jauh di bawah UMK Kendal yang tahun 2025 sebesar Rp2,78 juta. Banyak yang hanya digaji Rp1,8–2,2 juta. Tidak ada BPJS Ketenagakerjaan, apalagi BPJS Kesehatan. Alat pelindung diri (APD) pun sering tidak lengkap, padahal kami bekerja di area berisiko tinggi,” ungkapnya.
Praktik tersebut berpotensi melanggar sekurang-kurangnya tiga ketentuan sekaligus:
- Pasal 88B UU Cipta Kerja tentang kewajiban pembayaran upah minimum;
- Pasal 86 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang jaminan keselamatan dan kesehatan kerja; serta
- ketentuan wajib pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2011.
Pengamat hukum ketenagakerjaan dari Universitas Diponegoro, Dr. Ani Purwanti, S.H., M.H., menilai kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan berlapis di kawasan industri strategis nasional.

“Pengawasan TKA bukan hanya tugas imigrasi, tetapi juga Dinas Tenaga Kerja kabupaten/kota dan pengelola kawasan industri. Jika RPTKA saja tidak ada, maka seluruh rantai rekrutmen sudah cacat hukum sejak awal. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi bisa masuk ranah tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 185 UU Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara hingga 4 tahun dan/atau denda Rp4 miliar,” papar Ani.
Hingga Jumat siang (28/11), baik pengelola KIK maupun KIC belum merespons permintaan konfirmasi tertulis yang diajukan redaksi. Kantor Imigrasi Kelas I Semarang melalui Kepala Seksi Inteldakim, juga belum memberikan keterangan resmi meskipun telah menerima laporan masyarakat sejak dua pekan lalu.
Masyarakat sekitar kini menanti respons cepat dan tegas dari negara. Mereka tidak menolak kehadiran investasi asing, namun menuntut agar investasi itu tidak lahir dari praktik pelanggaran hukum yang pada akhirnya merugikan pekerja lokal dan menciderai kedaulatan hukum nasional.
Kasus Kendal ini menjadi cermin bahwa di balik gemerlap kawasan industri, masih tersimpan praktik ketenagakerjaan yang gelap—praktik yang hanya akan terungkap jika negara hadir dengan pengawasan yang sungguh-sungguh, bukan sekadar seremonial.
Pewarta : MM

