RI News Portal. Jakarta, 27 November 2025 – Menteri Pendidikan Australia Jason Clare MP dan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia Brian Yuliarto menandatangani pembaruan Memorandum of Understanding (MoU) bidang pendidikan tinggi dan riset di Jakarta, Kamis. Dokumen baru ini menggantikan MoU sebelumnya yang telah berjalan sejak 2019 dan menempatkan penekanan lebih kuat pada kolaborasi riset bersama, pertukaran dosen-peneliti, serta pengembangan program gelar ganda yang lebih terintegrasi.
Duta Besar Australia untuk Indonesia Rod Brazier menyatakan bahwa pembaruan ini bukan sekadar perpanjangan administratif, melainkan penegasan ulang visi strategis kedua negara dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, transisi energi hijau, dan ketahanan pangan – isu-isu yang membutuhkan kolaborasi lintas batas yang intensif.
“Pendidikan tinggi dan riset kini menjadi salah satu pilar terkuat dalam Comprehensive Strategic Partnership Australia-Indonesia. MoU yang diperbarui ini mencerminkan kesadaran bersama bahwa inovasi masa depan akan lahir dari kemitraan yang setara dan saling menguntungkan,” ujar Brazier usai penandatanganan.

Data terbaru Kementerian Pendidikan Australia menunjukkan bahwa pada tahun akademik 2024, sebanyak 24.187 mahasiswa Indonesia terdaftar di berbagai universitas Australia, menjadikan Indonesia tetap berada di peringkat lima besar negara pengirim mahasiswa terbanyak. Angka ini meningkat 14 persen dibandingkan tahun sebelumnya meskipun terjadi fluktuasi global pasca-pandemi.
Di sisi lain, kehadiran institusi Australia di Indonesia juga terus berkembang. Selain kampus cabang Monash University di Tangerang Selatan yang telah beroperasi sejak 2021, Western Sydney University dan Deakin University – bersama Lancaster University dari Inggris – resmi membuka fasilitas pendidikan dan riset di Indonesia pada 2024. Ketiga kampus ini tidak hanya menawarkan program sarjana dan pascasarjana, tetapi juga menjadi pusat riset bersama dengan mitra lokal, terutama di bidang kesehatan masyarakat, teknik berkelanjutan, dan ilmu data.
Lebih dari 400 kemitraan aktif antara universitas, lembaga riset, dan pusat vokasi kedua negara saat ini tercatat, dengan fokus yang semakin bergeser dari sekadar pertukaran mahasiswa menuju proyek riset bersama yang menghasilkan publikasi ilmiah bereputasi dan inovasi yang dapat dikomersialkan.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Dr. Shiskha Prabawaningtyas, menilai pembaruan MoU ini datang pada momentum yang tepat. “Indonesia sedang mendorong hilirisasi riset melalui program Matching Fund dan Kedaireka, sementara Australia memiliki kekuatan di bidang applied research dan pendanaan industri. Sinergi ini berpotensi mempercepat transfer teknologi dan meningkatkan daya saing kedua negara di tingkat global,” katanya.
MoU baru ini juga mencakup komitmen untuk meningkatkan jumlah beasiswa bagi peneliti muda Indonesia di Australia dan sebaliknya, serta pengembangan kurikulum bersama di bidang prioritas seperti kecerdasan buatan, bioteknologi, dan ekonomi biru.
Dengan pembaruan ini, Australia dan Indonesia menegaskan bahwa kerja sama pendidikan tinggi bukan lagi sekadar diplomasi lunak, melainkan instrumen strategis untuk membangun ketahanan regional di Indo-Pasifik yang semakin kompleks.
Pewarta : Setiawan Wibisono

