RI News Portal. Pesisir Selatan, 24 November 2025 – Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) seluas kurang lebih seratus hektare di Kampung Sardang, Dusun Baru, Nagari Tapan, Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan (BAB), Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, diduga dikuasai secara ilegal oleh seorang warga bernama Darsono. Kasus ini kini menjadi perhatian serius setelah laporan masyarakat setempat dan kunjungan verifikasi langsung yang dilakukan oleh tim independen bersama tokoh adat setempat.
Informasi awal bermula dari keresahan warga yang melihat aktivitas penguasaan dan pemanfaatan lahan di wilayah HPK tersebut tanpa izin yang jelas. Warga melaporkan adanya penanaman komoditas perkebunan jangka panjang di kawasan yang seharusnya tetap berstatus hutan produksi konversi.
Dalam rangka menggali kebenaran, tim yang terdiri dari jurnalis independen, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat Komunitas Pemburu Korupsi (LSM KPK), dan tokoh adat Tapan, Datuk Parmay, melakukan kunjungan langsung ke kediaman Darsono pada pekan lalu untuk meminta konfirmasi.

Di hadapan tim, Darsono dengan tegas membantah melakukan penguasaan ilegal. Ia justru mengklaim bahwa lahan seluas ratusan hektare yang pernah ia kelola telah dirampas oleh tiga orang lainnya yang disebutnya bernama Buyung, Yur, Yan Busana, dan Nano. “Lahan itu sudah diambil orang lain. Saya malah menjadi korban,” ujar Darsono sebagaimana disaksikan langsung oleh tim verifikasi.
Namun, pernyataan Darsono tersebut langsung dipertanyakan karena Datuk Parmay menunjukkan dokumen resmi yang masih mencatatkan nama Darsono sebagai pihak yang menguasai lahan tersebut di sejumlah bidang. Dokumen-dokumen yang diperlihatkan termasuk data kepemilikan dan batas-batas koordinat yang hingga kini belum berubah secara administratif.
“Kami memiliki bukti dokumen yang masih atas nama yang bersangkutan. Kalau memang sudah dirampas, seharusnya ada proses hukum atau perubahan administrasi yang sah. Ini yang harus diklarifikasi lebih lanjut,” tegas Datuk Parmay usai pertemuan.
Tokoh adat yang juga dikenal vokal dalam isu lingkungan dan tata kelola lahan di Ranah Minang ini menegaskan akan segera menggelar mediasi terbuka dengan memanggil semua pihak yang disebut-sebut, termasuk Buyung, Yur, Yan Busana, dan Nano.
Baca juga : BSSN dan Kedutaan Besar Inggris Gelar Workshop “Threat Hunting: Endgame” Regional Asia Tenggara di Sentul
“Kami akan panggil semua yang terlibat untuk duduk bersama. Yang benar harus dibuktikan dengan dokumen dan saksi yang sah. Tidak boleh ada yang main klaim sepihak di tanah ulayat dan kawasan hutan negara,” ujar Datuk Parmay.
Sementara itu, Dinas Kehutanan Kabupaten Pesisir Selatan melalui pejabat terkait menyatakan akan segera melakukan pengecekan lapangan dan verifikasi administrasi terhadap status lahan serta izin-izin yang dimiliki Darsono maupun pihak lain yang diklaim terlibat.
“Kami akan turun ke lokasi dalam waktu dekat untuk memastikan batas kawasan, status hukum lahan, dan apakah ada pelanggaran terhadap ketentuan HPK. Jika terbukti ada penguasaan tanpa hak atau penyerobotan kawasan hutan, akan kami tindak sesuai peraturan yang berlaku,” ujar salah seorang pejabat yang enggan disebut namanya karena proses masih dalam tahap penyelidikan internal.

Kasus ini menjadi sorotan karena HPK di Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan selama beberapa tahun terakhir kerap menjadi incaran pelaku usaha perkebunan skala besar. Alih fungsi lahan tanpa izin yang jelas tidak hanya berpotensi merusak ekosistem pesisir dan hutan lindung di sekitarnya, tetapi juga memicu konflik horizontal antara warga dengan pihak yang mengklaim kepemilikan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak-pihak yang disebut Darsono sebagai perampas lahan. Mediasi yang akan difasilitasi tokoh adat dan ninik mamak setempat dijadwalkan paling lambat akhir November 2025.
Pewarta: Sami S

