RI News Portal. Tapanuli Selatan, 21 November 2025 – Pembangunan Pusat Kesehatan Desa (Poskesdes) Mosa Gunung Baringin, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan, yang bersumber dari APBD 2025 dengan pagu anggaran Rp500 juta, menuai sorotan tajam. Pantauan langsung di lokasi proyek pada Kamis (20/11) menunjukkan para pekerja konstruksi beraktivitas tanpa menggunakan alat pelindung diri (APD) standar, mulai dari helm, sepatu safety, hingga sarung tangan dan masker.
Kondisi ini dinilai mencerminkan pengabaian serius terhadap prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Padahal, penerapan K3 yang didukung penggunaan APD yang memadai terbukti secara ilmiah mampu menurunkan angka kecelakaan kerja hingga 70 persen dan mengurangi risiko penyakit akibat kerja seperti gangguan muskuloskeletal, gangguan pendengaran permanen, hingga paparan debu silika yang berpotensi karsinogenik.
“Pekerja yang tidak dilengkapi APD pada dasarnya sedang bekerja dalam kondisi berisiko tinggi. Mereka rentan mengalami cedera kepala akibat material jatuh, patah tulang karena tergelincir, hingga gangguan pernapasan jangka panjang,” ungkap Cris Zebua, pengamat pembangunan daerah, saat ditemui di Warung Par Jusan Sitataring, Jumat (21/11).

Senada, Samsul Bahri Hsb menambahkan bahwa absennya budaya K3 di lapangan juga berdampak pada produktivitas. “Pekerja yang merasa tidak aman cenderung bekerja dengan rasa was-was, sehingga kualitas dan kecepatan pekerjaan menurun. Pada akhirnya, anggaran negara yang sudah dialokasikan justru tidak memberikan manfaat optimal bagi masyarakat,” katanya.
Lebih jauh, proses pengadaan proyek ini juga menjadi bahan perdebatan publik. Berdasarkan data yang diumumkan pada sistem elektronik pengadaan daerah, dari enam perusahaan yang terdaftar sebagai peserta lelang, hanya satu yang mengajukan penawaran sekaligus ditetapkan sebagai pemenang, yakni CV Azka Rejeki Bersama dengan nilai penawaran Rp488.937.740,64.
Kelima perusahaan lainnya – CV Neosoft Art, CV Lamtama Jaya Kontruksi, CV Requel HFS, CV Nuansa Cipta Mandiri, dan CV Pegeheysha – tercatat hanya melakukan pengunduhan dokumen lelang tanpa melanjutkan ke tahap penawaran. Pola ini memunculkan pertanyaan mendasar: apakah benar terjadi kompetisi yang sehat, ataukah ada faktor lain yang membuat lima perusahaan lain memilih “mengalah” di menit akhir?
“Dalam regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah, prinsip utama adalah kompetisi yang terbuka dan akuntabel. Ketika hanya satu penawar dari enam peserta, wajar jika publik bertanya: apakah dokumen lelang sudah cukup kompetitif? Apakah spesifikasi teknis tidak sengaja membatasi persaingan? Atau ada komunikasi di belakang layar yang membuat peserta lain menarik diri?” tanya Cris Zebua dengan nada prihatin.
Baca juga : Identifikasi Tujuh Korban Longsor Banjarnegara: Titik Terang di Tengah Ketidakpastian
Samsul Bahri Hsb menegaskan bahwa tujuan tender bukan sekadar mencari pemenang, melainkan memastikan negara mendapatkan value for money sekaligus mendorong persaingan usaha yang adil. “Jika pola tender tunggal terus berulang, maka cita-cita pemerataan ekonomi dan penguatan pelaku usaha lokal hanya akan jadi slogan kosong,” ujarnya.
Hingga Jumat malam (21/11), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan, Sri Khairunnisa, belum memberikan tanggapan resmi terkait temuan di lapangan maupun proses pengadaan proyek tersebut.
Pembangunan Poskesdes Mosa Gunung Baringin yang seharusnya menjadi wujud nyata peningkatan akses kesehatan masyarakat pedesaan, kini justru menjadi cermin masih rapuhnya pengawasan dan komitmen terhadap tata kelola yang baik di tingkat lokal.
Pewarta: Adi Tanjoeng

