RI News Portal. Jakarta, 14 November 2025 – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Jumat siang, secara terbuka menyatakan sikap “lebih baik tidak bayar” atas tambahan utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh), namun segera menambahkan bahwa keputusan akhir berada di tangan Presiden Prabowo Subianto. Pernyataan itu menjadi penanda bahwa skema penyelamatan keuangan PT KCIC sedang memasuki fase baru: pembagian risiko yang tajam antara APBN dan Badan Pengelola Investasi Danantara.
Dalam taklimat tertutup yang bocor ke publik, Purbaya mengungkapkan bahwa Kemenkeu hanya bersedia menanggung komponen infrastruktur sipil—jalan akses, rel, dan stasiun—sementara rolling stock (lokomotif, kereta, dan sistem sinyal) akan dialihkan sepenuhnya ke Danantara. “Saya belum mendapat kesimpulan. Kalau nanti mereka diskusi ke sana, saya ikut. Jangan sampai saya rugi-rugi amat,” ujarnya dengan nada yang lebih mirip negosiator pasar ketimbang penjaga kas negara.
Sumber internal Kemenkeu yang enggan disebut namanya menyebutkan, angka yang beredar di meja rapat tertutup mencapai Rp 4,8 triliun untuk tahap pertama. Jumlah itu belum termasuk bunga pinjaman China Development Bank yang terus berakumulasi sejak cost overrun terdeteksi pada 2022. Dokumen kerja yang diperoleh redaksi menunjukkan, Danantara diminta menyiapkan skema pembiayaan syariah berbasis revenue bond dengan jaminan tiket 15 tahun ke depan—instrumen yang belum pernah dipakai BUMN lain.

Chief Operating Officer Danantara, Dony Oskaria, membenarkan pendekatan tersebut. “Kami fokus pada operasional: jadwal, okupansi, dan harga tiket dinamis. Infrastruktur tetap di pemerintah agar tidak ada tumpang tindih kewenangan,” katanya. Ia menolak menyebut besaran porsi Danantara, tetapi data internal proyeksi okupansi 2026–2030 yang bocor ke redaksi memperlihatkan target 78 % seat load factor untuk menutup biaya rolling stock tanpa suntikan APBN tambahan.
Presiden Prabowo, dalam rapat terbatas Rabu malam, memerintahkan agar Whoosh “tidak boleh berhenti di tengah jalan”. Instruksi itu dituangkan dalam surat rahasia bernomor B-378/Pres/11/2025 yang menetapkan batas waktu penyelesaian skema 28 Februari 2026—tepat sebelum laporan keuangan konsolidasi BUMN diaudit BPK.
Pengamat fiskal Universitas Indonesia, Vid Adrison, menilai pendekatan ini sebagai “bailout terstruktur”. “Pemerintah menghindari capex baru di APBN, tapi tetap menanggung risiko sovereign guarantee. Danantara jadi penampung risiko operasional tanpa voting right di KCIC,” ujarnya. Ia memperkirakan beban bunga tahunan Danantara bisa mencapai Rp 900 miliar jika suku bunga benchmark naik 50 basis poin.
Di lapangan, manajer stasiun Halim melaporkan okupansi Jumat malam mencapai 92 %—capaian tertinggi sejak soft opening. Penumpang seperti Rina Wulandari, 34 tahun, ibu dua anak asal Bekasi, mengaku tak peduli siapa yang bayar utang. “Yang penting kereta tetap jalan. Saya hemat dua jam pulang ke Bandung,” katanya sambil menunjukkan tiket kelas premium Rp 350.000.
Malam ini, tim negosiasi Kemenkeu dan Danantara dijadwalkan bertemu di lantai 17 gedung Dhanapala. Agenda tunggal: menandatangani term sheet yang akan menentukan apakah Whoosh menjadi legacy transportasi modern atau menjadi catatan merah abadi di neraca negara.
Redaksi akan memutakhirkan laporan ini begitu term sheet bocor atau resmi diumumkan. Pantau kanal ini untuk dokumen lengkap dan simulasi beban bunga interaktif yang akan dirilis besok pukul 07.00 WIB.
Pewarta : Albertus Parikesit

