RI News Portal. Mojokerto, 11 November 2025 – Dalam upaya mereformasi sistem peradilan pidana anak ke arah yang lebih restoratif, Pemerintah Kota Mojokerto menandatangani nota kesepahaman dengan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Surabaya. Kesepakatan ini secara khusus mengatur implementasi pidana kerja sosial dan pidana pelayanan masyarakat bagi anak yang berhadapan dengan hukum, menandai langkah awal penerapan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru di tingkat lokal.
Acara penandatanganan berlangsung di Ruang Sabha Pambojana, Rumah Rakyat Kota Mojokerto, pada Selasa siang. Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari—yang akrab disapa Ning Ita—menekankan bahwa pendekatan ini bukan sekadar alternatif sanksi, melainkan strategi reintegrasi sosial yang berbasis empati. “Sinergi ini membuktikan komitmen pemerintah daerah untuk menghadirkan kebijakan yang transformatif. Pidana sosial memungkinkan anak tetap berfungsi sebagai makhluk sosial, sehingga mereka dapat diterima kembali oleh komunitas tanpa stigma permanen,” ujarnya.
Dari perspektif akademis, pendekatan ini selaras dengan prinsip diversi dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Nomor 11 Tahun 2012, yang mengutamakan pendidikan dan pembinaan ketimbang penahanan. Studi kriminologi kontemporer, seperti yang dipublikasikan dalam Journal of Youth Justice (2024), menunjukkan bahwa sanksi berbasis komunitas dapat menurunkan angka residivisme hingga 25 persen dibandingkan model retributif tradisional, terutama pada kelompok usia remaja.

Kepala Bapas Kelas I Surabaya, Sukramat, menjelaskan bahwa institusinya bertugas memberikan bimbingan dan pengawasan intensif terhadap klien anak. “Kami memerlukan dukungan pemda untuk menyediakan lokasi yang edukatif dan aman. Pelaksanaan pidana sosial bagi anak bersifat parsial—hanya beberapa jam per hari—dengan muatan mendidik, seperti pelatihan keterampilan atau kegiatan lingkungan,” katanya. Ia menambahkan, meskipun teknis untuk dewasa masih menanti peraturan pemerintah pusat, ketentuan anak telah dapat dijalankan segera.
Ruang lingkup kesepakatan mencakup enam domain strategis: (1) penguatan sinergi pembimbingan kemasyarakatan; (2) penyediaan layanan pidana kerja sosial dan pelayanan masyarakat; (3) peningkatan kualitas pembimbingan; (4) penyiapan lokasi pelaksanaan; (5) penyediaan sarana prasarana; serta (6) pelibatan aktif masyarakat sipil. Pakar hukum pidana dari Universitas Airlangga, Dr. Rina Arum Prastyanti, menilai bahwa model ini berpotensi menjadi prototipe nasional. “Dengan fokus pada restorative justice, Mojokerto tidak hanya mematuhi KUHP baru, tetapi juga mengintegrasikan dimensi psikososial yang selama ini terabaikan,” katanya dalam wawancara terpisah.
Baca juga : Polda Jateng Tetapkan CRA Tersangka Kasus Deepfake Pornografi Berbasis AI terhadap Siswi dan Alumni
Data Kementerian Hukum dan HAM (2024) mencatat bahwa sekitar 68 persen kasus pidana anak di Jawa Timur dapat diselesaikan melalui diversi. Kolaborasi Mojokerto-Bapas Surabaya diharapkan memperluas cakupan ini, terutama di wilayah urban dengan tingkat delinkuen remaja yang fluktuatif akibat tekanan ekonomi pasca-pandemi.
Langkah ini juga sejalan dengan Sustainable Development Goal (SDG) 16 tentang institusi yang inklusif dan akses keadilan bagi semua. Dengan demikian, Mojokerto tidak hanya menjalankan amanah undang-undang, tetapi juga membangun ekosistem peradilan yang berorientasi pada pemulihan hubungan sosial—sebuah paradigma yang semakin relevan di era hukum humanis.
Pewarta : Wisnu Harmoko


Selamat pagi!