RI News Portal. Bitung, Sulawesi Utara 10 November 2025 – Dalam sorotan tajam yang mencerminkan akumulasi frustrasi kolektif, Ketua Umum Persatuan Organisasi Lintas Agama & Budaya (POLA), Puboksa Hutahaean, menyampaikan kecaman mendalam terhadap Pemerintah Kota Bitung. Kritik ini berfokus pada kelambanan institusional dalam menangani pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang dialami puluhan pekerja di entitas usaha lokal X CP Multi Rempah Sulawesi, sebuah kasus yang telah melalui lima kali rapat dengar pendapat (RDP) tanpa resolusi substantif.
Puboksa menyoroti apa yang ia sebut sebagai “standar ganda administratif”. Ia membandingkan respons cepat pemerintah terhadap isu serupa di PT. MSM—yang langsung memperoleh intervensi intensif sejak kemunculannya—dengan pengabaian sistematis terhadap korban PHK di X CP Multi Rempah. “Ke mana anggota dewan komisi 1? Di mana posisi ketua Forkopimda?” tanyanya, menekankan absennya koordinasi lintas lembaga yang seharusnya menjadi pilar penegakan keadilan tenaga kerja.

Analisis lebih lanjut dari pernyataan Puboksa mengungkap kegagalan struktural: pemerintah kota dinilai telah mengabaikan mandat konstitusional untuk melindungi hak-hak pekerja, sebagaimana diamanatkan dalam prinsip keadilan sosial. PHK sepihak ini tidak hanya mencabut sumber penghidupan, tetapi juga memperburuk kerentanan ekonomi keluarga-keluarga di Bitung, wilayah yang bergantung pada sektor usaha kecil-menengah untuk stabilitas sosial.
Sebagai respons atas kebuntuan ini, Puboksa menyatakan kesiapan masyarakat untuk mengambil inisiatif mandiri. “Jika institusi resmi terus menutup mata dan telinga, kami akan berdaulat dalam menuntut keadilan,” ujarnya, sebuah peringatan yang mencerminkan potensi eskalasi gerakan sipil jika dialog institusional tetap terhenti.
Baca juga : Real Madrid Tersandung Benteng Rayo dan Kehilangan Momentum Juara
Kasus ini menjadi cermin dari tantangan lebih luas dalam tata kelola tenaga kerja di daerah perifer, di mana prioritas sering kali bergeser ke isu-isu yang lebih “terlihat” secara politis. Masyarakat Bitung kini menantikan tindakan konkret: pembukaan saluran mediasi efektif, pemberian kompensasi proporsional, dan reformasi mekanisme pengawasan ketenagakerjaan. Tanpa langkah tersebut, kepercayaan publik terhadap pemerintahan lokal berisiko terkikis permanen.
Pewarta : Steven Tumuyu

