RI News Portal. Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyampaikan arahan langsung Presiden Prabowo Subianto agar seluruh target penyusunan dan penerbitan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) nasional rampung dalam kurun dua tahun mendatang. Pernyataan ini disampaikan dalam forum koordinasi di Jakarta pada Kamis (tanggal tidak disebutkan secara spesifik).
“Presiden memerintahkan kami untuk menemukan cara agar semua selesai dalam dua tahun ini,” ungkap Nusron, menegaskan urgensi percepatan yang sebelumnya belum pernah ditargetkan seketat ini.
Dari total 2.000 RDTR yang menjadi sasaran, 1.200 di antaranya akan mendapat intervensi anggaran langsung dari Kementerian Keuangan di bawah komando Menteri Purbaya Yudhi Sadewa. Sisanya, 500 RDTR, akan dibiayai melalui fasilitas pinjaman Bank Dunia dalam kerangka program Integrated Land Administration and Spatial Planning (ILASP). Nilai komitmen pinjaman tersebut mencapai 653 juta dolar AS, mencakup tidak hanya penyusunan RDTR, tetapi juga penguatan Kebijakan Satu Peta, revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), survei kadaster, dan pengembangan infrastruktur teknologi informasi geospasial.

Strategi lain yang ditekankan Nusron adalah pemberdayaan daerah berpotensi fiskal tinggi. Kementerian ATR/BPN mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk turut serta secara mandiri, terutama di wilayah yang memiliki kapasitas anggaran memadai. Mekanisme “pembagian tanggung jawab” diterapkan secara kasuistik: jika satu kabupaten masih kekurangan, misalnya, 10 dari target 15 RDTR, maka secara langsung ditentukan porsi kontribusi pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
“Pendekatan ini menghilangkan perdebatan panjang; kami langsung ke inti pembagian beban,” jelas Nusron.
Penyelesaian RDTR secara menyeluruh pada 2028 diproyeksikan menjadi katalis utama perbaikan iklim investasi. Dengan integrasi penuh ke sistem Online Single Submission (OSS), proses penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) bagi pelaku usaha dapat dipangkas menjadi hitungan hari, bukan bulan. Hal ini sejalan dengan regulasi kemudahan berusaha yang menempatkan kepastian tata ruang sebagai prasyarat utama.
Baca juga : Penurunan Drastis Transaksi Judi Online di Indonesia: Analisis PPATK hingga Kuartal III 2025
Dari perspektif kebijakan publik, skema pendanaan hybrid—kombinasi APBN, pinjaman lunak multilateral, dan kontribusi daerah—menawarkan efisiensi alokasi sumber daya yang lebih adaptif dibandingkan model sentralistik konvensional. Program ILASP Bank Dunia, dengan fokus pada penguatan data geospasial terpadu, juga berpotensi mengurangi tumpang-tindih informasi antarlembaga yang selama ini menjadi hambatan utama.

Namun, keberhasilan tetap bergantung pada dua variabel kunci: (1) akurasi identifikasi daerah “fiskal kuat” agar tidak membebani wilayah tertinggal, dan (2) penguatan kapasitas SDM lokal dalam penyusunan RDTR berbasis teknologi. Tanpa keduanya, target 2028 berisiko meleset meski pendanaan telah tersedia.
Optimisme Nusron bahwa 2.000 RDTR akan tuntas pada 2028 bukan sekadar pernyataan politik, melainkan strategi terukur yang menggabungkan tekanan waktu presiden, intervensi anggaran, pinjaman multilateral, dan desentralisasi tanggung jawab. Jika terealisasi, percepatan ini akan menjadi preseden baru dalam tata kelola ruang nasional—sekaligus ujian nyata koordinasi lintas level pemerintahan di era pemerintahan Prabowo Subianto.
Pewarta : Yudha Purnama

