RI News Portal. Wonogiri, 6 November 2025 – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Wonogiri berkomitmen mendorong penyesuaian gaji atau penghasilan tetap (siltap) perangkat desa agar setara 100 persen dengan gaji pokok pegawai negeri sipil (PNS) golongan IIA mulai tahun 2027. Langkah ini merespons aspirasi ratusan perangkat desa yang disampaikan melalui rapat dengar pendapat pada Rabu, 30 Oktober 2025, di gedung dewan setempat.
Ketua Komisi I DPRD Wonogiri, Bambang Sudriyanto, menilai tuntutan tersebut memiliki dasar hukum yang kuat dan layak dipertimbangkan. “Aspirasi ini secara garis besar masuk akal karena mengacu pada ketentuan peraturan pemerintah yang ada. Kami akan suarakan dalam Badan Anggaran untuk direalisasikan pada 2027,” ujar Bambang usai rapat.
Menurut Bambang, realisasi pada 2026 belum memungkinkan karena penurunan fiskal daerah akibat pemotongan dana transfer dari pemerintah pusat. Namun, ia optimistis target 2027 dapat tercapai mengingat kebutuhan anggaran tambahan relatif kecil, sekitar Rp4,2 miliar untuk seluruh perangkat desa di kabupaten tersebut. “Angka itu tidak memberatkan. Saya pribadi akan perjuangkan hingga tuntas,” tegasnya.

Saat ini, siltap perangkat desa seperti kepala urusan atau kepala dusun di Wonogiri stagnan pada Rp2,05 juta per bulan sejak 2019, berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 56 Tahun 2019. Angka ini bahkan di bawah upah minimum kabupaten (UMK) yang mencapai Rp2,180 juta. Sementara gaji pokok PNS golongan IIA berada di Rp2,184 juta, sehingga penyesuaian penuh akan menambah sekitar Rp134 ribu per orang per bulan.
Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Wonogiri, Tugino, menekankan urgensi penyesuaian ini mengingat beban tugas perangkat desa yang semakin kompleks di tengah inflasi dan kenaikan biaya hidup. “Enam tahun tanpa perubahan pendapatan, sementara kebutuhan terus melonjak. Kami hanya minta sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 yang menjamin kesetaraan dengan PNS golongan IIA,” kata Tugino.
Untuk perbandingan, kepala desa di Wonogiri menerima siltap Rp4 juta per bulan, sedangkan sekretaris desa Rp2,75 juta. Aspirasi ini mencerminkan dinamika tata kelola desa pasca-Undang-Undang Desa 2014 yang memperluas tanggung jawab perangkat tanpa diimbangi kompensasi memadai.
Baca juga : Pemulihan Jenazah Sandera dalam Fase Awal Gencatan Senjata Gaza: Proses Pertukaran dan Tantangan Forensik
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr. Sri Hartati, menyatakan bahwa penundaan hingga 2027 dapat menjadi momentum strategis bagi pemerintah daerah untuk merancang skema pendanaan berkelanjutan. “Kenaikan siltap bukan sekadar isu kesejahteraan, tapi juga investasi produktivitas aparatur desa. Dengan anggaran tambahan yang minim, ini peluang untuk memperkuat otonomi desa tanpa membebani APBD secara signifikan,” analisis Hartati.
DPRD Wonogiri dijadwalkan membahas usulan ini dalam rapat kerja lanjutan dengan eksekutif pada November mendatang, sebagai bagian dari penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2026-2030. Jika terealisasi, kebijakan ini berpotensi menjadi model bagi kabupaten lain di Jawa Tengah yang menghadapi tantangan serupa.
Pewarta : Nandar Suyadi

