RI News Portal. Pesisir Selatan, 3 November 2025 – Dalam upaya menindaklanjuti pengaduan masyarakat tentang dugaan perusakan kawasan hutan lindung, petugas polisi dari Polres Pesisir Selatan, didampingi tim Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Dinas Kehutanan, serta sekelompok jurnalis independen, melakukan inspeksi mendadak ke lokasi Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Kecamatan Pancung Soal, Nagari Inderapura Selatan, Kampung Sungai Gemuruh. Pengecekan ini mengungkap bukti-bukti kuat perambahan liar yang mengancam kelestarian ekosistem hutan di wilayah Sumatera Barat ini.
Tim gabungan tiba di kawasan hutan sekitar pukul 16.30 WIB, di mana kondisi medan yang sulit segera menjadi tantangan utama. Tanpa membuang waktu, petugas KPHP segera mengaktifkan drone pengintai yang telah dipersiapkan sebelumnya. Hasil rekaman dari udara langsung mengejutkan: luas area HPT yang seharusnya dilindungi kini tampak berlubang akibat penebangan liar. “Drone kami menangkap gambar jelas soal pohon-pohon besar yang sudah tumbang secara tidak terkendali, meninggalkan jejak kerusakan yang sulit diabaikan,” ujar salah seorang petugas KPHP yang enggan disebut namanya, menekankan urgensi tindakan cepat untuk mencegah eskalasi.
Lebih lanjut, rekaman drone juga memperlihatkan tanda-tanda konversi lahan yang mencurigakan. Di antara sisa-sisa tunggul pohon, terlihat lahan-lahan baru yang ditanami bibit kelapa sawit, lengkap dengan pondok-pondok sementara yang berdiri kokoh di tengah hutan. Fenomena ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga ancaman serius terhadap keanekaragaman hayati. “Perambahan seperti ini sering kali dimulai dari penebangan sporadis, tapi cepat berubah menjadi perkebunan ilegal yang merusak struktur tanah dan aliran air di daerah pegunungan seperti ini,” jelasnya, merujuk pada pola umum yang diamati di kawasan hutan produksi Sumatera Barat.

Pengaduan warga Sungai Gemuruh, yang menjadi pemicu inspeksi ini, turut menyoroti keberadaan alat berat di lokasi. Drone berhasil mendeteksi satu unit excavator yang terparkir di kedalaman hutan, sekitar satu setengah kilometer dari titik pendaratan tim. “Informasi dari masyarakat sangat berharga; excavator itu bisa jadi alat utama untuk membuka lahan lebih luas,” tambah petugas tersebut. Meski tim berniat mendekati alat berat untuk pengamanan dan pengumpulan bukti fisik, waktu yang terbatas—dengan jam menunjukkan pukul 17.30 WIB—memaksa mereka mundur. Cahaya senja yang mulai redup, ditambah risiko medan berbukit, dianggap terlalu berbahaya untuk dilanjutkan saat itu.
Inspeksi ini merupakan bagian dari komitmen lintas instansi untuk menjaga integritas kawasan HPT, yang secara hukum diatur dalam Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999. Pelanggaran seperti perambahan dapat dikenai sanksi pidana hingga 10 tahun penjara dan denda mencapai Rp5 miliar, terutama jika terbukti melibatkan konversi lahan untuk komoditas seperti sawit. Di tingkat lokal, kasus serupa di Pesisir Selatan telah menarik perhatian aktivis lingkungan, yang menekankan perlunya penindakan tidak hanya pada pelaku lapangan, tapi juga jaringan di baliknya.
Baca juga : Fun Shooting Wartawan di Lapangan Brimob: Menembak Sasaran, Mempererat Ikatan
Warga Sungai Gemuruh, yang mayoritas bergantung pada sumber daya alam untuk mata pencaharian, menyambut baik langkah ini. “Kami khawatir banjir dan longsor akan semakin sering jika hutan terus dirusak. Harapannya, temuan hari ini jadi titik awal untuk pemulihan,” kata seorang tokoh masyarakat setempat, yang memilih anonim demi keamanan. Tim Polres Pesisir Selatan menjanjikan tindak lanjut berupa penyelidikan mendalam, termasuk koordinasi dengan instansi terkait untuk memetakan koordinat GPS dan mengidentifikasi pemilik alat berat.
Dengan temuan drone sebagai bukti digital yang kuat, kasus ini berpotensi menjadi preseden bagi penanganan perambahan di wilayah pedalaman Sumatera Barat. Di tengah tekanan ekonomi yang mendorong ekspansi perkebunan, upaya seperti ini mengingatkan betapa rapuhnya keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian alam. Pemerintah daerah diimbau untuk memperkuat patroli rutin dan sosialisasi, agar HPT tidak lagi menjadi korban ambisi jangka pendek.
Pewarta : Sami S

