RI News Portal. Pati, 31 Oktober 2025 – Insiden simbolik yang menarik perhatian publik terjadi di Alun-Alun Simpang Lima Pati pada Jumat pagi, ketika bendera merah putih di tiang utama digantikan oleh panji Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB). Kejadian ini terungkap selama patroli rutin menjelang sidang paripurna Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, dan memicu respons instan dari aparat keamanan untuk menjaga integritas lambang negara.
Penemuan ini bermula dari pengamatan Kasipropam Polresta Pati, Iptu Musyafak, yang sedang menjalankan tugas pengamanan di kawasan ikonik tersebut. Alih-alih bendera nasional yang seharusnya berkibar, ia mendapati panji AMPB—sebuah kelompok masyarakat sipil lokal yang dikenal aktif dalam isu-isu daerah—menempati posisi tersebut. Laporan segera disampaikan kepada Kapolresta Pati, Kombes Pol Jaka Wahyudi, yang tanpa ragu menginstruksikan operasi penertiban.
Tim gabungan yang melibatkan personel dari Subdenpom IV Pati, Sipropam Polresta Pati, dan Satpol PP Kabupaten Pati dikerahkan untuk menangani situasi. Proses penurunan panji AMPB dan penggantian dengan bendera merah putih berlangsung efisien, tanpa hambatan signifikan dari pihak terkait. “Kami bertindak cepat atas laporan awal untuk memastikan penghormatan terhadap simbol negara tetap terjaga. Saat ini, bendera merah putih telah kembali berkibar dengan semestinya,” kata Kombes Pol Jaka Wahyudi dalam keterangannya.

Dari perspektif akademis, insiden ini mencerminkan dinamika ketegangan antara ekspresi masyarakat sipil dan otoritas negara di ruang publik. Alun-Alun Simpang Lima, sebagai pusat aktivitas sosial dan politik di Pati, sering menjadi arena simbolik untuk menyuarakan aspirasi lokal. Pengibaran panji kelompok seperti AMPB dapat diinterpretasikan sebagai bentuk protes simbolis terhadap agenda Pansus Hak Angket, yang sedang membahas isu-isu krusial di tingkat daerah. Namun, tindakan aparat menekankan prioritas konstitusional atas Bendera Merah Putih sebagai representasi kedaulatan nasional, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara.
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Diponegoro, Dr. Retno Saraswati, menyatakan bahwa kasus semacam ini menyoroti batas antara kebebasan berekspresi dan kewajiban menghormati simbol negara. “Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan isu identitas nasional di tengah pluralisme lokal. Respons aparat yang damai menunjukkan pendekatan proporsional, menghindari eskalasi konflik,” ujarnya dalam analisis singkat.
Hingga pukul 14.00 WIB, kawasan Alun-Alun Simpang Lima tetap kondusif dengan pengawasan ketat dari aparat. Sidang Pansus Hak Angket DPRD Pati berlanjut tanpa gangguan, sementara AMPB belum memberikan pernyataan resmi terkait motif pengibaran tersebut. Kejadian ini menjadi pengingat akan sensitivitas ruang publik dalam konteks demokrasi lokal, di mana dialog antarpihak diharapkan dapat mencegah polarisasi lebih lanjut.
Pewarta: Nandang Bramantyo

