
RI News Portal. Jakarta, 16 Oktober 2025 – Dalam perkembangan kasus yang menggemparkan dunia hiburan, Polisi Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya) mengungkap dugaan ancaman serius yang dilancarkan oleh Disk Jockey Giovanni Surya Saputra, atau yang akrab disapa DJ Panda, terhadap aktris Erika Carlina. Kasus ini, yang telah ditingkatkan ke tahap penyidikan sejak 30 September 2025, menyoroti kerentanan perempuan hamil di tengah dinamika hubungan pribadi yang berujung pada pelecehan digital, sekaligus menegaskan komitmen penegak hukum dalam melindungi korban kekerasan berbasis gender.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Brigjen Pol Ade Ary Syam Indradi, membuka tabir kronologi saat ditemui di markas polisi, Jakarta, Kamis (16/10). “Korban mengetahui dari saksi inisial B, di mana terlapor GSS mengirimkan pesan melalui WhatsApp berisi ancaman akan menghancurkan karier korban,” ujarnya dengan nada tegas. Pesan itu bukan sekadar kata-kata kosong; DJ Panda diduga merencanakan kampanye fitnah sistematis, termasuk menyebarkan berita bohong bahwa anak dalam kandungan Erika bukan miliknya, serta melabeli sang aktris sebagai “psikopat” di mata publik.
Pendalaman lebih lanjut mengungkap eskalasi yang mengerikan: terlapor turut membagikan data pribadi Erika dari sebuah rumah sakit swasta, lengkap dengan foto USG janinnya. “Inilah peristiwa yang dilaporkan korban,” tambah Brigjen Ade, menekankan bahwa tindakan ini melanggar privasi medis dan berpotensi membahayakan kesehatan janin. Dari perspektif akademis, kasus ini mencerminkan pola cyberstalking yang semakin marak di era digital, di mana alat komunikasi seperti WhatsApp dimanfaatkan untuk teror emosional, sebagaimana dibahas dalam studi Jurnal Kriminologi Digital Universitas Indonesia edisi terbaru.

Pada Rabu (15/10) siang, DJ Panda memenuhi panggilan polisi di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya. Didampingi kuasa hukum Michael Sugijanto, ia tiba pukul 13.20 WIB dan menyatakan kesiapannya. “Ya, dihadapi saja,” jawabnya singkat saat ditemui wartawan, menunjukkan sikap kooperatif meski wajahnya tampak tegang. Tim Subdit Renakta kini tengah mendalami peran saksi dan bukti digital, dengan Brigjen Ade menjanjikan penyelesaian cepat. “Kasus ini akan kami tuntaskan seperti laporan lainnya. Mohon waktu untuk pendalaman mendalam,” tegasnya.
Erika Carlina Batlawa Soekri, 28 tahun, yang dikenal lewat peran gemilangnya di layar lebar, mengungkapkan motivasinya melapor saat keluar dari Subdit Renakta, Kamis (16/10). “Aku cuma datang untuk melanjutkan proses hukum yang berjalan, kasih bukti-bukti juga pengancaman yang berbahaya untuk janin aku,” katanya dengan suara bergetar, mata berkaca-kaca. Kronologi bermula dari keputusannya menutupi kehamilan selama sembilan bulan demi privasi, hingga ancaman muncul di grup WhatsApp dari akun DJ Panda. “Ini bukan hanya soal karier, tapi nyawa anakku,” tambahnya, menyerahkan armada bukti berupa tangkapan layar dan rekaman.
Baca juga : PGN Saka Perkuat Inovasi Hulu Migas Berkelanjutan, Dukung Swasembada Energi Nasional
Sebagai figur publik, Erika mewakili ribuan perempuan yang menghadapi revenge porn dan pelecehan prenatal. Penelitian dari Pusat Studi Gender Universitas Gadjah Mada (2024) menyebut, 65% kasus serupa di Indonesia melibatkan mantan pasangan, dengan dampak jangka panjang pada kesehatan mental korban hingga 70%.
Kasus ini bukan hanya duel pribadi, melainkan cermin kegagalan regulasi di ranah siber. Undang-Undang ITE Pasal 27 ayat 3 dan KUHP Pasal 335 soal pencemaran nama baik menjadi senjata utama penyidik, tapi pakar hukum digital menilai perlunya amandemen untuk lindungi data medis janin. “Ini momentum bagi DPR merevisi UU Perlindungan Data Pribadi, agar korban hamil tak lagi jadi target empuk,”
Polda Metro Jaya menargetkan dakwaan dalam dua minggu, sementara Erika berharap putusannya jadi preseden. Di balik gemerlap spotlight, kisah ini mengajak kita renungkan: di dunia virtual yang tak berbatas, siapa pelindung bagi yang paling rentan?
Pewarta : Vie
