
RI News Portal. Jakarta, 26 September 2025 – Di tengah upaya pemerintah untuk merevitalisasi sektor koperasi sebagai pilar ekonomi nasional, Menteri Koperasi dan UKM Ferry Juliantono menekankan urgensi pengawasan ganda—internal dari pengurus koperasi dan eksternal yang independen—untuk memastikan operasional Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih berjalan secara optimal. Pendekatan ini tidak hanya bertujuan mencegah penyimpangan, tetapi juga memperkuat fondasi good governance dalam entitas usaha berbasis kekeluargaan.
Program Kopdes Merah Putih, yang diluncurkan sebagai inisiatif ambisius untuk membentuk 80.000 unit koperasi di tingkat desa dan kelurahan, kini memasuki fase krusial dengan kolaborasi lintas institusi. Kerja sama antara Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) dengan Kejaksaan Agung, serta antara kejaksaan dan pemerintah daerah, menjadi langkah strategis untuk mendukung implementasi program ini. “Kejaksaan hadir sebagai institusi yang memberikan pendampingan hukum dan edukasi. Tujuannya untuk mencegah praktik pelanggaran hukum serta memperkuat tata kelola koperasi berbasis good governance,” ujar Ferry Juliantono dalam keterangan resminya pada Jumat ini.
Mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, koperasi diposisikan sebagai bentuk usaha bersama yang esensial dalam sistem perekonomian Indonesia. Ferry menyoroti peran strategisnya dalam mendorong inklusi ekonomi, terutama di level akar rumput. Kopdes Merah Putih diharapkan menjadi model koperasi yang akuntabel, transparan, dan imun terhadap penyalahgunaan, sekaligus berkontribusi pada penyerapan tenaga kerja massal. Berdasarkan data terbaru, program ini berpotensi menyerap hingga satu juta tenaga kerja hingga akhir tahun, dengan lebih dari 900.000 anggota dan 640.000 pengurus sudah terlibat.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Kemenkop UKM telah melaksanakan pelatihan bagi dinas-dinas di provinsi dan kabupaten/kota. Selain itu, rekrutmen 8.000 business assistant dilakukan untuk mendukung pengawasan, monitoring, dan pembinaan, di mana setiap asisten bertanggung jawab atas 10 koperasi. Pendekatan ini dilengkapi dengan perekrutan Project Management Officer (PMO) yang akan mendampingi dinas terkait dalam mengawasi operasionalisasi. “Tahap operasionalisasi Kopdes Merah Putih direncanakan mulai Oktober ini, dengan anggaran yang telah disetujui oleh Menteri Keuangan,” tambah Ferry.
Ferry juga mengimbau pemerintah daerah—termasuk gubernur, bupati, dan wali kota—untuk aktif menyediakan lahan bagi gerai koperasi desa. Inisiatif ini diharapkan memperkuat eksistensi koperasi di tingkat lokal, sekaligus menyediakan akses sembako bersubsidi seperti elpiji 3 kg, beras, gula, minyak, dan pupuk, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto. Pendanaan dari perbankan Himbara pun telah direlaksasi untuk memperlancar proses, dengan fokus pada kredit sektor produktif daripada simpan pinjam konvensional.
Dari perspektif regional, Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Edy Pratowo menyatakan bahwa Kopdes Merah Putih di wilayahnya masih dalam tahap awal, dengan penekanan pada pengembangan permodalan, peringkat nasional, dan ekspansi usaha. “Pengembangan Kopdes Merah Putih tidak bisa instan, namun dengan langkah yang tepat dan dukungan penuh, koperasi ini dapat menjadi contoh kemajuan yang mandiri dan berkelanjutan,” katanya. Ia optimistis bahwa kemajuan ini akan menjadi landasan bagi pembangunan desa yang berkontribusi pada agenda nasional.
Secara akademis, program ini merefleksikan upaya rekonstruksi ekonomi berbasis prinsip gotong royong, di mana pengawasan eksternal dari kejaksaan bukan hanya sebagai pengawas, melainkan mitra edukasi untuk mencegah korupsi dan memastikan inklusivitas. Berbeda dari pendekatan konvensional yang sering terjebak pada birokrasi, model ini mengintegrasikan teknologi monitoring melalui business assistant dan PMO, potensial mengurangi asimetri informasi dan meningkatkan efisiensi. Namun, tantangan seperti kesiapan SDM lokal dan distribusi lahan tetap perlu diatasi untuk menghindari disparitas antarwilayah.
Dengan visi menjadikan Kopdes Merah Putih setara dengan BUMN atau swasta besar, Ferry Juliantono menandai era baru perkoperasian Indonesia—bukan sekadar usaha, tapi instrumen pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan.
Pewarta : Yogi Hilmawan
