
RI News Portal. Jakarta, 25 September 2025 – Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, menegaskan bahwa tidak semua impor tekstil dan produk tekstil (TPT) memerlukan pertimbangan teknis (pertek) dari pihaknya. Pernyataan ini sekaligus meluruskan opini yang menyebut Kemenperin sebagai penyebab pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor TPT akibat lemahnya tata niaga impor.
Dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (25/9), Febri menjelaskan bahwa total kode Harmonized System (HS) untuk industri TPT dari hulu hingga hilir mencapai 1.332 pos tarif. Dari jumlah tersebut, 941 HS (70,65%) termasuk dalam kategori larangan terbatas (lartas) yang memerlukan persetujuan impor (PI) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan pertek dari Kemenperin, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 17 Tahun 2025. Selain itu, 980 HS (73,57%) wajib memiliki laporan surveyor (LS).
Febri juga membandingkan dengan pengaturan sebelumnya berdasarkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024, di mana hanya 593 HS (44,51%) yang diatur perteknya oleh Kemenperin. “Perubahan ini menunjukkan bahwa banjir produk impor TPT terjadi ketika banyak kode HS tidak terkena lartas, LS, atau PI,” ujarnya. Ia menambahkan, gap antara data Badan Pusat Statistik (BPS) dan pertek tidak dapat dikaitkan langsung dengan kebijakan Kemenperin, karena impor bisa masuk melalui kawasan berikat, impor borongan, atau bahkan barang ilegal tanpa lartas dan pertek.

Menurut Febri, pengaturan impor TPT telah dilakukan secara konsisten sejak 2017 berdasarkan aturan resmi. Antara 16 Februari 2017 hingga Juli 2022, alokasi impor ditentukan melalui data kebutuhan tahunan Kemenperin, yang dibahas dalam rapat koordinasi tingkat menteri di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Pada Juli 2022, terbit Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 36/2022 yang mengatur penerbitan PI TPT berdasarkan verifikasi kemampuan industri (VKI), yang awalnya dilakukan oleh Kemenperin sebelum dialihkan ke lembaga VKI.
Pada 2023, VKI menyetujui impor serat sebanyak 142.644,85 ton dari total impor BPS 148.162,60 ton (96,3%). Untuk benang, VKI menyetujui 373.416,42 ton, melebihi data impor BPS 236.145,75 ton (158,1%). Memasuki 2024, Permenperin Nomor 5/2024 mengubah mekanisme penerbitan PI TPT berdasarkan pertek dengan masa berlaku per tahun takwim. Sebanyak 542 perusahaan disetujui, dengan pertek serat mencapai 23.851,52 ton (19,3% dari total impor BPS 123.693,66 ton) dan benang 147.259,01 ton (43,7% dari total impor BPS 336.642,40 ton). “Angka ini menunjukkan perbaikan signifikan dibandingkan 2023,” kata Febri.
Sejak Agustus 2025, pengaturan impor pakaian jadi baru dilimpahkan perteknya ke Kemenperin. “Ini langkah penting, karena seluruh rantai TPT dari hulu hingga hilir kini berada dalam koridor pengaturan yang jelas,” ungkap Febri. Ia juga mengimbau publik untuk melaporkan indikasi kecurangan dalam penerbitan pertek impor TPT di internal Kemenperin. “Jika terbukti, laporan tersebut akan menjadi dasar untuk membersihkan praktik curang,” tegasnya.
Baca juga : Kepala SDN 2 Purworejo Diduga Tutupi Pelanggaran Proyek Renovasi: “Tau Sama Tau” Jadi Sorotan Etika Pendidik
Febri menjelaskan bahwa pengaturan impor TPT tetap merujuk pada Permendag, kecuali untuk kawasan berikat (KB), gudang berikat (GB), kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB), importir jalur prioritas, pusat logistik berikat (PLB), kawasan ekonomi khusus (KEK), authorized economic operator (AEO), mitra utama kepabeanan (MITA) produsen, serta kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).
“Kemenperin memastikan pengaturan impor TPT dijalankan secara konsisten, transparan, dan akuntabel. Angka pertek atau VKI yang tampak rendah justru mencerminkan selektivitas pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan industri dan perlindungan produk dalam negeri,” tutur Febri. Ia menegaskan bahwa Kemenperin terus berupaya memperkuat industri TPT nasional melalui pengaturan impor yang ketat dan terukur, sembari tetap mendukung kebutuhan bahan baku industri dalam negeri.
Berita ini disusun dengan pendekatan jurnalistik akademis untuk memberikan informasi yang mendalam dan berbasis data, sekaligus memastikan narasi yang objektif dan mudah diakses melalui platform media daring.
Pewarta : Yudha Purnama
