
RI News Portal. Jakarta, 15 September 2025 – Di era ketidakpastian ekonomi pasca-pandemi, sektor pembiayaan di Indonesia semakin menekankan pendekatan inovatif untuk mengelola risiko hukum. PT BRI Multifinance Indonesia (BRI Finance), sebagai entitas anak usaha dari BRI Group, baru-baru ini menunjukkan langkah proaktif dengan menginisiasi kolaborasi hukum non-litigasi bersama Kejaksaan Negeri Kota Semarang. Inisiatif ini tidak hanya mempercepat resolusi sengketa, tetapi juga menjadi model bagi praktik tata kelola perusahaan yang berkelanjutan di sektor keuangan.
Melalui Kantor Cabang Semarang di Jawa Tengah, BRI Finance telah mengajukan permohonan bantuan hukum non-litigasi, yang kemudian direspons dengan penyelenggaraan forum ekspose khusus. Forum ini memungkinkan pemetaan komprehensif atas kasus-kasus pembiayaan bermasalah, membuka jalan bagi solusi yang lebih efisien tanpa harus melalui jalur pengadilan yang memakan waktu. Pendekatan ini mencakup berbagai instrumen seperti konsultasi, mediasi, negosiasi, somasi, dan penyusunan dokumen legal, yang semuanya dirancang untuk menghasilkan penyelesaian adil dan saling menguntungkan bagi pihak terkait.
Dalam pernyataan resminya dari Jakarta, Direktur Utama BRI Finance, Wahyudi Darmawan, menekankan bahwa sinergi ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang perusahaan untuk memperkuat kepastian hukum. “Pendekatan non-litigasi tidak hanya mempercepat proses, tetapi juga mencerminkan komitmen kami terhadap integritas dalam tata kelola,” ungkap Wahyudi. Ia menambahkan bahwa kolaborasi dengan Kejaksaan Negeri Semarang akan memperkuat perlindungan di bidang perdata dan tata usaha negara, khususnya dalam menangani aset bermasalah yang sering menjadi penghambat pertumbuhan bisnis.

Dari perspektif akademis, inisiatif BRI Finance ini selaras dengan tren global di bidang corporate governance, di mana perusahaan keuangan semakin mengadopsi mekanisme alternatif dispute resolution (ADR) untuk mitigasi risiko. Di Indonesia, di mana sektor pembiayaan multifinance sering menghadapi tantangan seperti kredit macet akibat fluktuasi ekonomi, pendekatan non-litigasi dapat mengurangi beban sistem peradilan yang sudah overloaded. Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat non-performing financing (NPF) di sektor multifinance mencapai sekitar 3-5% pada paruh pertama 2025, menandakan kebutuhan akan inovasi resolusi seperti yang diterapkan BRI Finance.
Sinergi ini juga menyoroti peran Kejaksaan sebagai mitra strategis dalam membangun ekosistem bisnis yang berintegritas. Wahyudi menegaskan, “Mitigasi risiko hukum adalah fondasi utama bagi pertumbuhan berkelanjutan. Kehadiran Kejaksaan membantu menciptakan iklim usaha yang sehat dan terpercaya di Indonesia.” Pendekatan ini tidak hanya melindungi nasabah dan mitra bisnis, tetapi juga berkontribusi pada stabilitas sektor keuangan secara keseluruhan, di mana kepastian hukum menjadi kunci untuk menarik investasi asing.
Baca juga : Pemerintah Dalami Dugaan Pemalsuan Cukai Rokok: Potensi Pendapatan Negara dari Reformasi Sistem
Berbeda dari praktik konvensional yang sering bergantung pada litigasi panjang, model yang diadopsi BRI Finance melalui forum ekspose ini menawarkan kerangka yang lebih adaptif. Kasus-kasus dapat dianalisis secara mendalam, memungkinkan identifikasi akar masalah dan formulasi solusi terukur. Hal ini sejalan dengan rekomendasi dari lembaga internasional seperti World Bank, yang mendorong penggunaan ADR untuk mempercepat pemulihan ekonomi di negara berkembang.
Dengan langkah ini, BRI Finance tidak hanya memperkuat posisinya sebagai pemain utama di sektor pembiayaan, tetapi juga menjadi contoh bagi perusahaan lain dalam mengintegrasikan aspek hukum ke dalam strategi bisnis. Di tengah dinamika regulasi yang semakin ketat, inisiatif semacam ini diharapkan mendorong transformasi menuju tata kelola yang lebih resilient dan etis, ultimately mendukung visi Indonesia sebagai pusat keuangan regional yang kuat.
Pewarta : Sriyanto
