RI News Portal. Karanganyar, 27 Agustus 2025 — Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar terus memperdalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Masjid Agung Madaniyah, yang menelan anggaran sebesar Rp101 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Karanganyar. Proyek megah yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 8 Maret 2024 ini kini menjadi sorotan akibat indikasi penyimpangan yang merugikan keuangan negara.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Karanganyar, Hartanto, menyatakan bahwa penyidikan dilakukan secara intensif untuk mengungkap pihak-pihak yang terlibat serta lingkup perbuatan melawan hukum dalam proyek tersebut. “Kami terus menyempurnakan alat bukti yang ada agar perkara ini menjadi jelas. Siapa yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban hukum,” ujar Hartanto kepada wartawan pada Rabu (27/8/2025).

Hingga saat ini, Kejari Karanganyar telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Nasori, Direktur Operasional PT MAM Energindo; Ali Amri, mantan Direktur Utama PT MAM Energindo; Tri Aris Cahyono, investor sekaligus subkontraktor; Agus Hananto, Kepala Cabang PT MAM Energindo wilayah Jawa Tengah dan DIY; serta Sunarto, yang pada 2020 menjabat sebagai Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa dan kini menjabat sebagai Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermasdes) Karanganyar.
Hartanto menegaskan bahwa penetapan lima tersangka ini bukanlah akhir dari proses penyidikan. “Masih ada kemungkinan munculnya tersangka baru jika ditemukan bukti yang cukup,” katanya. Penyidikan yang sedang berlangsung mencakup pemeriksaan dokumen, keterangan saksi, dan barang bukti lainnya untuk memetakan alur dana proyek serta mendeteksi potensi pelanggaran seperti manipulasi laporan pembayaran, pengalihan dana, atau pemalsuan dokumen progres pekerjaan.
Dalam perkembangan kasus ini, mantan Bupati Karanganyar, Juliyatmono, yang kini menjabat sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Golkar, telah diperiksa sebagai saksi pada 7 Agustus 2025 di Kejaksaan Agung, Jakarta. Pemeriksaan tersebut berlangsung selama delapan jam dan mencakup 40 pertanyaan terkait proses perencanaan, pelaksanaan, dan penganggaran proyek. Menurut Hartanto, belum ada rencana untuk memanggil kembali Juliyatmono dalam waktu dekat, tetapi kemungkinan pemeriksaan lanjutan tetap terbuka jika diperlukan untuk mengkonfrontasi keterangannya dengan saksi atau tersangka lain.
“Belum ada lagi pemeriksaan terhadap beliau. Tapi tidak menutup kemungkinan bisa dipanggil kembali jika dibutuhkan,” ungkap Hartanto. Status Juliyatmono sebagai anggota DPR mengharuskan prosedur pemanggilan melalui Kejaksaan Agung, sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku.
Selain penyidikan utama, Kejari Karanganyar juga tengah menangani dugaan upaya menghalang-halangi proses penyidikan. Salah satu pihak yang menjadi sorotan adalah seorang pengacara berinisial AC, yang diduga terkait dengan kasus ini. AC telah dipanggil secara patut sebanyak tiga kali, namun tidak pernah memenuhi panggilan. Akibatnya, Kejari mengambil langkah hukum tegas, termasuk memblokir rekening yang bersangkutan dan menerbitkan surat cekal untuk mencegahnya meninggalkan wilayah Indonesia.
“Tinggal menunggu waktu saja. Soal penetapan DPO, itu terkendala teknis administrasi,” ujar Hartanto. AC, yang diketahui pernah menjadi kuasa hukum Sunarto, salah satu tersangka dalam kasus ini, ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan berdasarkan Pasal 21 dan 22 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi setelah Kejari menemukan dua alat bukti yang sah. Penggeledahan di rumah istri AC di wilayah Ngringo, Kecamatan Jaten, Karanganyar, pada 25 Juli 2025, juga telah dilakukan untuk mencari dokumen atau barang bukti tambahan.
Kasus ini bermula dari laporan sejumlah vendor yang mengaku tidak menerima pembayaran meskipun proyek telah dinyatakan selesai dan dana APBD sebesar Rp101 miliar telah dicairkan sepenuhnya. Penyelidikan Kejari mengungkap adanya ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan dengan perencanaan awal, yang menyebabkan kerugian negara diperkirakan mencapai lebih dari Rp5 miliar. Angka ini masih dapat bertambah seiring pengembangan penyidikan.

Masjid Agung Madaniyah, yang dirancang sebagai replika modern Masjid Nabawi dengan elemen arsitektur Timur Tengah dan fasilitas seperti payung otomatis serta mushaf Al-Qur’an raksasa, awalnya menjadi kebanggaan masyarakat Karanganyar. Namun, kasus korupsi ini telah mencoreng citra proyek tersebut, memicu perhatian publik terhadap pengelolaan anggaran publik dan transparansi dalam proyek-proyek strategis.
Kejari Karanganyar berkomitmen untuk mengusut kasus ini secara transparan dan menyeluruh. “Kami ingin memastikan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab sesuai hukum. Penyidikan ini tidak hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga untuk memberikan kejelasan kepada masyarakat,” tegas Hartanto.
Penyidikan yang terus berjalan ini menjadi ujian bagi penegakan hukum di Karanganyar, sekaligus pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap proyek-proyek publik. Masyarakat kini menanti hasil akhir dari proses hukum ini, dengan harapan keadilan dapat ditegakkan dan kepercayaan terhadap institusi publik dapat dipulihkan.
Pewarta : Surya Kencana

