
RI News Portal. Jakarta – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia pada Minggu (17/8/2025), perhatian publik kembali tertuju pada momen sakral upacara pengibaran bendera Merah Putih di seluruh penjuru Tanah Air. Salah satu elemen paling ikonik dari upacara ini adalah kehadiran Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), yang setiap tahunnya menjadi simbol kedisiplinan, semangat muda, dan persatuan bangsa.
Sejarah terbentuknya Paskibraka tidak dapat dilepaskan dari sosok Mayor Husein Mutahar, perwira militer yang ditugasi Presiden Soekarno untuk mempersiapkan upacara peringatan HUT ke-1 RI di Yogyakarta tahun 1946. Pada saat itu, kondisi perang kemerdekaan membuat upacara berlangsung sederhana di halaman Istana Gedung Agung. Mutahar kemudian menghadirkan lima pemuda dari berbagai daerah untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih, yang melambangkan lima sila Pancasila. Tradisi ini berlangsung hingga tahun 1949.

Ketika ibu kota negara kembali ke Jakarta pada 1950, tanggung jawab pengibaran bendera pusaka sempat beralih ke Rumah Tangga Kepresidenan. Baru pada tahun 1967, Presiden Soekarno kembali mempercayakan tugas ini kepada Mutahar, yang kemudian menyusun formasi Paskibraka modern:
- Pasukan 17 sebagai pengiring (pemandu).
- Pasukan 8 sebagai inti pembawa bendera.
- Pasukan 45 sebagai pasukan pengawal.
Formasi ini menjadi standar nasional yang dipakai hingga kini, melibatkan pemuda-pemudi pilihan dari seluruh provinsi di Indonesia. Kehadiran mereka tidak hanya mempertegas makna upacara kemerdekaan, tetapi juga menanamkan nilai persatuan, disiplin, dan cinta tanah air bagi generasi penerus bangsa.
Baca juga : Polsek Jatisrono dan Bulog Gelar Pasar Murah Beras, Warga Antusias Serbu Stok Hingga Ludes
Secara akademis, keberadaan Paskibraka dapat dipahami melalui tiga dimensi. Pertama, dimensi historis, yang menegaskan bahwa lahirnya Paskibraka merupakan respons terhadap kebutuhan menjaga simbol negara dalam masa revolusi. Kedua, dimensi politik-sosiologis, di mana Paskibraka menjadi sarana pembinaan ideologi Pancasila dan nasionalisme bagi generasi muda. Ketiga, dimensi kultural, karena Paskibraka telah melekat dalam tradisi perayaan kemerdekaan, sehingga menciptakan identitas kolektif yang memperkuat kohesi sosial bangsa.
Seiring perkembangan zaman, peran Paskibraka tidak hanya terbatas pada seremoni tahunan, tetapi juga menjadi bagian dari pendidikan karakter kebangsaan. Melalui seleksi ketat, pelatihan disiplin, serta nilai-nilai pengorbanan, Paskibraka mencerminkan wajah ideal generasi muda yang diharapkan mampu menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dengan demikian, setiap kali Sang Saka Merah Putih dikibarkan oleh Paskibraka pada upacara 17 Agustus, bangsa Indonesia tidak hanya merayakan kemerdekaan, tetapi juga meneguhkan kembali memori sejarah perjuangan, simbol persatuan, serta cita-cita luhur bangsa yang diwariskan para pendiri republik.
Pewarta : Yudha Purnama
