
RI News Portal. Kabupaten Mandailing Natal (Madina) di kawasan Tapanuli Bagian Selatan memiliki energi olahraga yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Antusiasme publik, kalender turnamen desa yang hidup, dan bakat alami atlet terserak di banyak cabang. Namun gairah tanpa fondasi hanya melahirkan siklus kejuaraan sesaat: meriah di lapangan, sepi di pembinaan. Di sinilah krisis Madina berakar—pada abainya sistem, bukan kurangnya minat.
Di banyak cabor, pola yang mengemuka seragam: latihan tidak dilakukan secara berjenjang dan rutin, sementara persiapan atlet baru dikebut menjelang kejuaraan. Dalam jangka pendek, strategi ini memberi ilusi kompetitif; dalam jangka menengah, ia menggerus kualitas dasar teknik, fisik, dan mental bertanding.
- Masalah inti: Kesenjangan antara agenda turnamen dengan siklus pembinaan tahunan.
- Dampak langsung: Inkonsistensi performa atlet, cedera karena beban tiba-tiba, dan stagnasi prestasi lintas kelompok usia.
- Sumber persoalan: Minimnya desain kurikulum latihan, rotasi pelatih bersertifikasi, dan pendanaan yang tidak terikat pada indikator pembinaan.

Sepakbola adalah olahraga dengan basis massa terkuat di Madina—turnamen desa berjalan nyaris setiap tahun. Itu modal sosial. Namun ekologi kompetisi yang sehat menuntut lebih dari sekadar event:
- Piranti pembinaan: Liga berjenjang U-13, U-15, U-17, dan senior; kalender terstruktur; promosi-degradasi di level lokal untuk menjaga intensitas.
- Pelindung mutu: Wasit yang memahami dan menerapkan Law of the Game secara konsisten; perangkat pertandingan yang terlatih; komite disiplin yang bekerja.
- Jalur talenta: Mekanisme scouting terbuka berbasis data pertandingan, bukan sekadar jaringan informal panitia atau pelatih.
Tanpa tiga hal ini, turnamen ramai justru menjadi cermin: banyak minat, sedikit masa depan.
Baca juga : Pengunduran Diri Dirut PT Agrinas: Cerminan Tantangan Struktural dalam Tata Kelola Pangan Nasional
Selama sekitar 10 bulan, Askab PSSI Madina dipimpin Pelaksana Tugas (Plt). Vakum definitif seperti ini menimbulkan ongkos yang tidak selalu kasat mata:
- Koordinasi melemah: Keputusan strategis sering ditunda; program pembinaan tersandera status sementara.
- Akuntabilitas kabur: Sulit menetapkan target dan mengevaluasi capaian tanpa mandat penuh.
- Kepercayaan publik turun: Pemain, pelatih, dan panitia turnamen meragukan arah—apakah ada rencana, atau hanya rutinitas?
Pertanyaan publik ke KONI Madina dan Asprov PSSI Sumut wajar: kapan proses suksesi dipastikan, dan siapa figur yang akan memegang mandat dengan legitimasi?
Peran lembaga
Lembaga | Mandat inti | Tanggung jawab di kabupaten | Kewenangan pada turnamen | Indikator kinerja kunci |
---|---|---|---|---|
KONI Madina | Pembinaan prestasi lintas cabor | Sinkronisasi program, alokasi dukungan, evaluasi | Fasilitasi, bukan teknis pertandingan | Peningkatan prestasi dan ekosistem pembinaan |
Askab PSSI Madina | Tata kelola sepakbola kabupaten | Liga berjenjang, pelatih/wasit, klub | Perizinan, regulasi, disiplin, lisensi | Kompetisi berjenjang jalan, SDM bersertifikasi |
Asprov PSSI Sumut | Pembinaan dan pengawasan regional | Supervisi Askab, dukungan teknis | Validasi wasit/pelatih, intervensi bila perlu | Kepatuhan regulasi, jalur talenta ke provinsi |
Sederhananya: KONI memastikan ekosistem lintas cabor; Askab mengoperasionalkan sepakbola; Asprov mengawal standar dan kesinambungan di atasnya.

Kualitas wasit bukan aksesori—ia jantung kredibilitas. Ketika pengadil tepat, tensi turun, permainan rapi, dan pemain belajar. Madina membutuhkan:
- Standar sertifikasi: Minimal lisensi dasar untuk kompetisi resmi kabupaten; refreshment tahunan.
- Program pembinaan: Klinik Law of the Game berbasis cuplikan kasus lokal; mentoring senior–junior.
- Karier dan insentif: Skema promosi ke level provinsi; honor yang layak dan tepat waktu.
Jika Askab adalah rumah, maka wasit adalah pondasinya. Retak di sini merembet ke seluruh struktur.
Dari wacana ke kerja
1. Menutup vakum: Peta jalan 90 hari suksesi
- Minggu 1–2: Finalisasi tata tertib, verifikasi voter klub aktif.
- Minggu 3–6: Sosialisasi visi kandidat, debat publik berbasis program.
- Minggu 7–10: Kongres luar biasa, pengesahan pengurus definitif.
- Minggu 11–13: Rapat kerja menetapkan kalender dan indikator.
2. Menata kompetisi: Kalender berjenjang 12 bulan
- Liga usia dini: U-13, U-15, U-17 berformat home-and-away ringkas per kecamatan.
- Piala kabupaten senior: Kualifikasi zonasi Tabagsel; final empat besar dengan standar perangkat pertandingan.
- Jeda teknis: Blok waktu untuk pelatihan pelatih/wasit agar tidak berbenturan dengan puncak kompetisi.
3. Membangun SDM: Lisensi dan komunitas belajar
- Pelatih: Minimal lisensi dasar bagi pelatih kepala klub peserta; klinik metodologi latihan periodisasi.
- Wasit: Kursus dasar + refreshment; bank kasus keputusan dari turnamen lokal sebagai materi praktik.
- Match official lain: Asisten wasit, pengawas pertandingan, dan operator data diberi pelatihan singkat.
Baca juga : Polda Jateng Kerahkan Seluruh Fungsi Kepolisian Amankan Demonstrasi Besar di Pati
4. Mengikat pendanaan ke output
- Skema berbasis kinerja: Dana KONI dan sponsor lokal dicairkan berdasar capaian terukur (jumlah jam latihan, partisipasi kelompok usia, sertifikasi).
- Transparansi: Laporan publik triwulanan—jadwal, hasil, disiplin, dan penggunaan dana.
5. Menjahit ekosistem: Klub, sekolah, dan desa
- Talent ID terpadu: Festival bakat dua kali setahun menggandeng sekolah dan SSB.
- Basis data pemain: Nomor identitas unik, rekam jejak menit bermain, dan progres fisik-teknik.
- Etika kompetisi: Kode etik panitia–pelatih–suporter; sanksi progresif yang ditegakkan konsisten.
Indikator keberhasilan:
- Partisipasi berjenjang: Persentase klub yang menurunkan tim di U-13/U-15/U-17/senior.
- Kualitas pertandingan: Penurunan insiden disiplin; akurasi keputusan wasit dari evaluasi independen.
- Kapabilitas SDM: Jumlah pelatih/wasit bersertifikasi aktif dan yang naik lisensi.
- Eksposur talenta: Pemain Madina yang dipanggil seleksi provinsi/nasional melalui jalur resmi.
- Kepercayaan publik: Survei kepuasan peserta dan penonton tiap akhir musim.
Madina tidak kekurangan semangat; ia kekurangan struktur yang adil dan konsisten. Regenerasi bukan pilihan moral belaka, melainkan kebutuhan teknis untuk menjaga ritme pembinaan. Pimpinan Askab PSSI Madina berikutnya harus dipilih karena kapasitas, integritas, dan komitmen pada kerja—bukan sekadar kedekatan. Dari sana, turnamen yang meriah akan bertemu latihan yang tertib, dan antusiasme rakyat akhirnya punya arah: sepakbola Madina yang lebih maju, terukur, dan berkelanjutan. Salam olahraga.
Pewarta : Indra Saputra
