
RI News Portal. Labuhanbatu Utara, 25 Juli 2025 — Upaya investigasi dua wartawan media online berinisial MYH dan BA di Desa Air Hitam, Kecamatan Kualuh Leidong, Kabupaten Labuhanbatu Utara, berujung pada insiden intimidasi dan kekerasan verbal. Peristiwa ini terjadi saat keduanya menjalankan tugas jurnalistik untuk menelusuri penggunaan alat berat yang diduga menggarap lahan masyarakat tanpa izin jelas.
Bermula dari laporan masyarakat tentang aktivitas alat berat (eksavator) di kawasan Kelompok Tani Hutan Karya Prima Leidong Sejahtera (KTH KPLS), MYH dan BA mendatangi lokasi pada Rabu, 23 Juli 2025. Mereka tidak langsung menemukan alat berat yang bekerja, namun melihat bekas lintasan yang mencurigakan menuju area perkebunan masyarakat.
Setelah melakukan penelusuran, MYH dan BA menemukan alat berat merek Hitachi 110MF dalam kondisi diam. Untuk mengonfirmasi kepemilikan dan legalitas penggunaan alat tersebut, keduanya kemudian menuju kompleks perumahan KTH KPLS. Namun, di lokasi itulah mereka mengalami serangkaian intimidasi.

BA yang sempat mengabadikan dokumentasi visual justru disoraki dan didorong oleh oknum bernama Edi Suranta Parangin-nangin, bendahara KTH KPLS, disertai ucapan kasar dan tudingan karena mengambil gambar. Tak lama kemudian, seorang bernama Soniaman Waruwu berupaya merampas ponsel BA yang sedang merekam video, yang berujung pada terjatuh dan rusaknya perangkat tersebut.
MYH pun mendapat perlakuan serupa dari individu lain bernama Parlindungan Manalu, yang dengan nada keras melarang aktivitas peliputan dan menyatakan bahwa area tersebut adalah “akses pribadi”, bukan fasilitas umum. Meski MYH dan BA sudah menyatakan niat baik dan permisi sebelumnya, mereka tetap diusir secara paksa dengan kata-kata intimidatif.
Melihat situasi yang semakin memanas dan berpotensi membahayakan, kedua wartawan tersebut memutuskan untuk meninggalkan lokasi dan menyampaikan rencana pelaporan insiden ini ke Aparat Penegak Hukum (APH) setempat.
Baca juga : Festival Mi Ayam dan Bakso Wonogiri: Strategi Branding Kuliner Lokal dan Penguatan Ekonomi Kerakyatan
Peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap kebebasan pers di daerah. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 4 ayat (3) menyatakan bahwa:
“Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Sementara pada pasal 18 ayat (1) ditegaskan bahwa:
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers… dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00.”
Dengan demikian, tindakan pengusiran, intimidasi verbal, serta perusakan alat kerja wartawan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pidana terhadap kebebasan pers dan dapat dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
MYH dan BA telah menjalankan tugas sesuai etika jurnalistik, yakni melakukan peliputan berdasarkan laporan publik, bersikap sopan saat mendatangi lokasi, dan mengupayakan konfirmasi kepada pihak yang berkepentingan. Penolakan terhadap konfirmasi boleh saja dilakukan, tetapi tidak dalam bentuk kekerasan, intimidasi, atau perusakan alat kerja wartawan.
Kejadian ini menjadi catatan penting akan masih lemahnya perlindungan terhadap wartawan di lapangan, khususnya dalam konteks investigasi isu-isu agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Aparat penegak hukum diharapkan menindaklanjuti laporan ini secara adil dan transparan.
Selain itu, perlu adanya edukasi hukum dan peningkatan kesadaran publik tentang peran pers sebagai pilar keempat demokrasi. Kolaborasi antara organisasi profesi wartawan, aparat keamanan, dan masyarakat sipil menjadi kunci dalam menciptakan iklim peliputan yang aman dan bebas intimidasi di tingkat akar rumput.
Pewarta : T-Gaul
