
RI News Portal. Lampung Utara – Kinerja Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lampung Utara tengah menjadi sorotan tajam. Hal ini menyusul penanganan janggal terhadap kasus peredaran rokok ilegal di wilayah Pasar Senen, Kecamatan Sungkai Utara, Kabupaten Lampung Utara.
Ironisnya, alih-alih menindak pelaku penjualan rokok ilegal, pihak kepolisian justru menetapkan tiga wartawan sebagai tersangka dengan tuduhan pemerasan. Padahal, ketiga wartawan tersebut diketahui tengah melakukan investigasi jurnalistik atas praktik penjualan rokok tanpa pita cukai yang berlangsung di kios kelontong milik seorang warga bernama Sofiah.
Dalam temuan investigasi, yang berlangsung langsung di lokasi, sang pemilik kios mengakui menjual rokok tanpa cukai. Barang bukti pun tersedia. Namun, meskipun fakta dan pengakuan sudah terang, tidak ada tindakan hukum yang dilakukan terhadap penjual. Sebaliknya, ketiga wartawan yang menjalankan fungsi kontrol sosial kini harus berhadapan dengan jerat pidana.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, setiap rokok yang dijual di Indonesia wajib memiliki pita cukai resmi sebagai bukti pembayaran pajak. Pasal 54 hingga 56 UU tersebut dengan jelas menyebut bahwa tindakan menjual atau mengedarkan rokok tanpa cukai adalah perbuatan pidana.
- Pasal 54 menyatakan bahwa pelaku bisa dikenai pidana penjara hingga 5 tahun dan/atau denda hingga 10 kali nilai cukai.
- Pasal 55 mengatur sanksi untuk penggunaan pita cukai palsu, bekas, atau tidak sesuai peruntukan.
- Pasal 56 memperjelas bahwa pengedar rokok ilegal dapat dikenai pidana denda serta penyitaan barang.
Berdasarkan ketentuan itu, tindakan Ibu Sofiah sebagai pemilik kios seharusnya memenuhi unsur pidana. Ketiadaan tindakan dari Satreskrim Polres Lampung Utara atas hal tersebut menjadi tanda tanya besar. Apalagi, penetapan status tersangka terhadap wartawan dilakukan tanpa disertai proses paralel terhadap pelanggaran hukum yang sedang mereka investigasi.
Keluarga ketiga wartawan yang kini ditahan menyatakan akan melaporkan penanganan kasus ini ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Lampung. Mereka menilai ada ketimpangan hukum dalam proses yang berjalan.
“Ini bentuk kekecewaan dari keluarga para wartawan yang disangkakan melakukan pemerasan. Kenapa pemilik kios yang sudah jelas-jelas terbukti dan mengakui menjual rokok ilegal tidak juga diproses hukum? Ini ada apa?” ujar Samsi Eka Putra, Ketua LBH Awalindo Lampung Utara, yang juga menjadi kuasa hukum keluarga wartawan.
Ia menegaskan bahwa pihaknya akan mengadukan persoalan ini ke Bid Propam sebagai bentuk upaya hukum atas dugaan ketidakadilan dalam penanganan perkara.
Kasus ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait profesionalisme aparat penegak hukum di daerah. Tidak hanya soal dugaan pembiaran terhadap tindak pidana, tetapi juga potensi kriminalisasi terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya.
Di satu sisi, negara secara normatif berkomitmen memberantas rokok ilegal yang merugikan penerimaan negara dan berisiko terhadap kesehatan publik. Namun, di sisi lain, penegakan hukum terhadap pelanggaran tersebut justru tampak tebang pilih dan membuka ruang tafsir yang dapat mencederai asas equality before the law.
Persoalan ini layak menjadi perhatian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Ombudsman RI, dan Dewan Pers guna memastikan bahwa profesionalisme, netralitas, serta prinsip keadilan tidak dikorbankan dalam proses penegakan hukum di daerah.
Pewarta : Yusep Sukardi
