
RI News Portal. Cianjur, 12 Juli 2025 — Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Cianjur, Kamin, secara terbuka membantah tudingan pemerasan yang dikaitkan dengan proses penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Penerangan Jalan Umum (PJU) di Dinas Perhubungan Kabupaten Cianjur. Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers resmi di Kantor Kejari Cianjur pada Jumat sore (11/7/2025), sebagai bentuk klarifikasi atas isu yang mencuat di media massa.
Menurut Kamin, hingga saat ini tidak pernah ada komunikasi atau pertemuan antara pihak Kejari dengan para terduga dalam perkara tersebut. “Saya sampaikan, saya bersama tim tidak pernah berkomunikasi atau ada pertemuan dengan Purbo, bahkan untuk meminta uang,” tegasnya. Ia juga menekankan bahwa proses penyidikan telah dimulai sejak Mei 2025 dan dijalankan secara profesional, berlandaskan prinsip due process of law dan asas praduga tak bersalah.
Dalam perspektif hukum pidana dan etik penegakan hukum, pernyataan Kajari tersebut merupakan bentuk akuntabilitas publik terhadap dugaan obstruction of justice dan penyalahgunaan wewenang yang kerap menjadi sorotan dalam penanganan kasus korupsi di daerah. Kamin bahkan menyatakan kesiapannya untuk menindak secara tegas apabila terdapat oknum internal Kejari Cianjur yang terbukti melakukan pemerasan atau upaya kriminalisasi. “Kami akan menindak tegas apabila ada dari Kejari Cianjur yang bermain dalam kasus ini,” ujarnya.

Komitmen ini mempertegas bahwa lembaga penegak hukum dituntut tidak hanya sebagai alat negara dalam menjerat pelaku kejahatan, tetapi juga sebagai institusi yang menjunjung tinggi integritas, transparansi, dan keadilan substantif.
Kamin menjelaskan bahwa pada pertengahan Juni 2025, Kejari Cianjur memeriksa seorang saksi berinisial P. Usai pemeriksaan, saksi tersebut meminta waktu untuk bertemu langsung dengan Kajari dan menyampaikan permohonan bantuan. Namun permintaan tersebut ditolak secara tegas. “Saya jawab bahwa perkara ini tidak bisa diutak-atik. Karena ada dugaan tindak pidana korupsi, maka proses hukum harus tetap berjalan,” kata Kamin.
Hal serupa terjadi saat DG, saksi lainnya, menjalani pemeriksaan beberapa hari kemudian dan mencoba melakukan pendekatan pribadi. Permintaan bantuan pun kembali ditolak. Penolakan terhadap segala bentuk intervensi ini menunjukkan komitmen institusi dalam menjaga objektivitas dan independensi proses hukum, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, yang menegaskan bahwa jaksa wajib bersikap netral dan tidak memihak.
Baca juga : Semangat Kolektivitas Warnai Hari Koperasi ke-78 di Lamongan: Menuju Peluncuran Kopdes Merah Putih
Merespons isu pemerasan yang beredar di media, Kajari menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan penelusuran terhadap kemungkinan adanya pihak-pihak yang berupaya menghalangi atau memanipulasi jalannya proses hukum. “Kalau ada pihak yang mencoba menghalangi proses hukum, kami akan tindaklanjuti secara tegas,” ungkapnya.
Isu ini menjadi penting untuk dianalisis lebih lanjut dalam kerangka etika penegakan hukum, sebab setiap tudingan terhadap aparat penegak hukum berpotensi menurunkan kepercayaan publik dan menciptakan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, investigasi internal dan pengawasan eksternal sangat krusial untuk memastikan adanya transparansi dan akuntabilitas kelembagaan.
Sebagaimana diketahui, Kejari Cianjur tengah melakukan penyidikan terhadap dugaan korupsi dalam proyek pengadaan PJU di Dinas Perhubungan Kabupaten Cianjur, dengan nilai anggaran mencapai Rp40 miliar. Dugaan penyimpangan dalam proyek ini mencakup potensi mark-up harga, pengadaan fiktif, serta pelanggaran prosedur pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Dalam konteks hukum administrasi dan tata kelola anggaran daerah, kasus ini menjadi refleksi penting atas lemahnya sistem pengawasan internal dan eksternal di tingkat pemerintah kabupaten. Oleh karena itu, pengungkapan secara transparan oleh aparat penegak hukum menjadi syarat penting untuk mewujudkan clean government dan pencegahan sistemik terhadap praktik korupsi di sektor infrastruktur publik.
Penanganan kasus korupsi harus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian hukum (legal prudence), disertai pengawasan publik melalui mekanisme keterbukaan informasi dan kontrol sosial. Klarifikasi terbuka dari Kepala Kejari Cianjur dalam kasus ini merupakan langkah penting dalam membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum di daerah.
Pewarta : Galih Prayudi

