
RI News Portal. Denpasar, 2 Juli 2025 — Polemik terkait dugaan warga negara asing (WNA) menguasai pulau-pulau kecil di wilayah Bali memunculkan diskursus kritis di ranah kebijakan agraria dan tata kelola investasi pariwisata. Pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, yang menyebutkan adanya indikasi penguasaan pulau kecil oleh WNA, mendapatkan respons dari Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, saat kunjungan kerja di Bali pada Rabu (2/7).
Evita menegaskan perlunya kajian mendalam dan klarifikasi berbasis data sebelum publik mengambil kesimpulan terhadap isu tersebut. “Kita harus mempelajari benar ya. Ini benar atau tidak informasinya. Karena media sosial sekarang ini kan kita sudah tidak tahu mana yang benar, mana yang tidak,” ujar Evita selepas pertemuan Komisi VII DPR RI dengan Gubernur Bali di Jayasabha, Denpasar.
Menurut Evita, potensi praktik serupa tidak hanya terjadi di Bali, namun juga di sejumlah daerah lain seperti Sumbawa dan Nias. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah daerah bersama jajaran terkait untuk melakukan verifikasi data secara cermat dan menyeluruh. “Pak Gubernur dan tim Bali yang bisa melakukan kajian-kajian ya. Karena kan bukan hanya di Bali saja, di Sumbawa, di Nias itu kan ada juga. Apakah itu maksudnya investasi, apakah itu jual? Nah, ini kajian-kajiannya harus dilakukan karena sudah jelas kan kalau pemiliknya harus orang Indonesia,” tegasnya.

Lebih lanjut, Evita membuka kemungkinan pemanggilan Menteri ATR/BPN oleh DPR RI guna dimintai penjelasan resmi apabila isu tersebut menyangkut sektor pariwisata dan investasi yang berimplikasi luas. “Ya, mungkin kita akan rencanakan ya untuk hal-hal yang berkaitan dengan pariwisata,” pungkasnya.
Sementara itu, Gubernur Bali, Wayan Koster, membantah tegas pernyataan Menteri ATR/BPN tentang adanya WNA yang menguasai pulau kecil di Bali. Menurutnya, tidak ada pulau kecil di Bali yang berstatus kepemilikan asing. “Yang ada hanya orang asing yang membangun vila di sana,” jelas Koster saat menghadiri peresmian Gedung Baru Universitas Terbuka (UT) Denpasar di hari yang sama.
Koster merinci bahwa wilayah pulau-pulau kecil di Bali seperti Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, serta Pulau Menjangan, seluruhnya tetap berada di bawah yurisdiksi hukum Indonesia. Kepemilikan vila oleh investor asing, menurut Koster, hanya sebatas hak guna bangunan atau investasi di bidang akomodasi pariwisata, bukan penguasaan lahan atau pulau secara penuh.
Baca juga : BI Solo Dukung Penguatan Digitalisasi Destinasi Wisata Pantai di Wonogiri Melalui Pemasangan Penguat Sinyal
Lebih jauh, Koster menegaskan komitmennya untuk menindak tegas investasi ilegal yang melanggar regulasi daerah. Ia mencontohkan langkah penertiban di kawasan Pantai Bingin dan Pantai Balangan di Kabupaten Badung, di mana sejumlah bangunan wisata yang melanggar izin telah dibongkar. “Kalau tidak sesuai prosedur, ini sudah ada tim penertiban. Kalau tidak tertib akan ditindak tegas,” tegasnya.
Terkait isu ini, Gubernur Bali berencana melakukan klarifikasi lanjutan dan berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN serta Kementerian Pariwisata untuk memastikan tidak ada misinformasi yang berkembang di tengah masyarakat maupun wisatawan.
Persoalan kepemilikan lahan oleh pihak asing di daerah tujuan wisata, termasuk Bali, secara prinsip diatur oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang melarang kepemilikan tanah oleh WNA, kecuali dalam bentuk hak pakai atau hak guna bangunan dengan persyaratan tertentu. Oleh sebab itu, validasi data dan verifikasi hukum menjadi langkah fundamental dalam memastikan keberlanjutan tata kelola pariwisata Bali secara berkeadilan dan berkelanjutan.
Pewarta : Vie
