
RI News Portal. Lampung Timur, 21 Mei 2025 — Ratusan warga Desa Sri Pendowo, Kecamatan Bandar Sribawono, Kabupaten Lampung Timur, menggelar aksi damai di depan Kantor Pemerintah Daerah Lampung Timur pada Rabu (21/5). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes atas dugaan pencaplokan lahan yang telah mereka garap secara turun-temurun di wilayah Desa Wana, Kecamatan Melinting.
Para warga menuntut kejelasan hukum dan administrasi terkait lahan seluas lebih dari 400 hektare yang diklaim sebagai milik mereka secara historis. Mereka menyatakan bahwa lahan tersebut telah digarap sejak era nenek moyang mereka, namun tanpa sepengetahuan mereka, sebagian besar lahan kini telah bersertifikat atas nama pihak lain melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2021.
Menanggapi aksi tersebut, Bupati Lampung Timur, Ela Siti Nuryamah, didampingi oleh Ketua DPRD, Kapolres Lampung Timur, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat, turun langsung menemui para demonstran. Dalam dialog singkat di hadapan massa, Bupati Ela menyatakan komitmen pemerintah daerah untuk menyelesaikan persoalan ini secara terbuka dan adil.
“Kita akan lakukan dialog, biar semuanya menjadi terang benderang,” ujarnya.

Sebanyak delapan orang perwakilan warga diundang untuk melakukan dialog bersama pihak pemerintah daerah dan BPN. Dalam forum tersebut, Suparjo, salah satu perwakilan warga Desa Sri Pendowo, menyampaikan bahwa ia dan warga lainnya tidak pernah menerima informasi maupun pemberitahuan terkait proses sertifikasi lahan mereka melalui program PTSL.
“Kami selaku penggarap sejak nenek moyang, tidak pernah tahu ada proses pembuatan sertifikat melalui PTSL pada tahun 2021. Tiba-tiba sertifikat terbit, bukan atas nama kami,” ungkap Suparjo.
Hal serupa disampaikan oleh Heni, perwakilan dari kelompok ibu-ibu petani, yang menegaskan bahwa mayoritas lahan yang dipermasalahkan telah dikelola oleh warga Sri Pendowo secara konsisten sejak dekade 1960-an.
“Pertanyaannya, mengapa BPN bisa mengeluarkan sertifikat bukan atas nama kami? Kami yang menggarap sejak dulu, tapi malah nama lain yang tercantum,” keluhnya.
Baca juga : Pameran Bonsai Warnai Hari Jadi ke-284 Wonogiri: 338 Bonsai Dipamerkan di Jatisrono
Warga lainnya juga menyoroti potensi pelanggaran administratif dalam proses penerbitan sertifikat PTSL tersebut. Mereka menilai tidak dilakukan verifikasi fisik yang sesuai prosedur, sebagaimana diatur dalam ketentuan pertanahan nasional.
“Faktanya, bahkan jalan dan siring (saluran air) pun ikut masuk dalam sertifikat,” ujar seorang warga.
Menanggapi hal ini, Bupati Ela menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal penyelesaian kasus ini dengan mengedepankan prinsip keadilan.
“Terkait status lahan yang telah bersertifikat namun bukan atas nama penggarap, akan dijelaskan langsung oleh Kepala BPN,” ujar Bupati.

Kepala BPN Kabupaten Lampung Timur, Caniago, yang baru menjabat selama tujuh bulan, menjelaskan bahwa proses penerbitan sertifikat telah mengikuti prosedur sesuai ketentuan, dengan berkas permohonan yang telah ditandatangani Kepala Desa saat itu.
“Sebanyak 177 berkas dari total 372 hektare telah ditandatangani oleh Kepala Desa. Namun, atas dasar adanya aduan dan potensi sengketa, sertifikat tersebut telah kami blokir. Artinya, tidak bisa digunakan untuk agunan atau dibaliknamakan,” terang Caniago.
Aksi damai tersebut berjalan tertib tanpa insiden. Warga berharap dialog lanjutan dan investigasi mendalam dari pihak berwenang dapat membawa kejelasan status hukum lahan, serta memberikan kepastian hak atas tanah yang telah mereka kelola secara turun-temurun.
Pewarta : Lii

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal