RI News Portal. Wonogiri, 25 November 2025 – Di bawah langit pagi yang masih berkabut tipis, Alun-Alun Giri Krida Bhakti Wonogiri menyaksikan formasi rapi 500 personel gabungan yang berdiri tegap. Apel Gelar Pasukan Kesiapsiagaan Bencana Hidrometeorologi Tahun 2025 yang digelar Selasa pagi ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan pernyataan tegas bahwa daerah rawan longsor dan banjir ini tidak lagi bersedia menjadi korban pasif musim hujan.
Wakil Bupati Wonogiri, Imron Rizkyarno, yang memimpin langsung apel, menyebut angka yang sulit diabaikan: hingga 22 November 2025, BPBD mencatat 143 kejadian bencana—mayoritas tanah longsor dan angin putting beliung—dengan kerugian materil melampaui Rp3,2 miliar. “Angka itu bukan statistik semata, melainkan luka nyata yang terus berulang jika kita lengah,” ujarnya dengan nada yang lebih mirip peringatan daripada sambutan biasa.
Di barisan paling depan, KOMPOL Parwanto—mewakili Kapolres—memeriksa satu per satu perlengkapan tim SAR Polres: perahu karet, tali karmantel, genset portable, hingga HT yang baru saja dikalibrasi ulang. Di sampingnya, komandan Kompi Brimob dan Yonif Raider tampak melakukan hal serupa terhadap kendaraan taktis dan peralatan pionir mereka. Semua berjalan dalam diam yang terukur, hanya terdengar derap sepatu dan perintah singkat.

Yang membuat apel pagi itu berbeda adalah momen ketika Imron Rizkyarno menyerahkan santunan jaminan kecelakaan kerja kepada keluarga almarhum Samsudin, relawan tagana yang gugur tertimbun longsor saat mengevakuasi warga di Kecamatan Tirtomoyo tahun lalu. Seketika, ratusan personel yang semula kaku dalam barisan tampak menunduk. Simbol itu lebih keras berbicara daripada seribu kata: kesiapsiagaan bukan hanya soal peralatan, tapi juga nyawa yang dipertaruhkan.
Di luar agenda resmi, simulasi penanganan longsor skala besar digelar singkat namun realistis. Tim gabungan berhasil “mengevakuasi” puluhan korban dalam waktu kurang dari 12 menit—catatan waktu yang langsung dicatat BPBD sebagai benchmark baru. “Kami tidak lagi latihan untuk sekadar memenuhi prosedur. Kami latihan untuk menyelamatkan tetangga sendiri,” kata Kepala Pelaksana BPBD Wonogiri yang enggan disebut namanya karena “ini bukan soal individu, tapi sistem”.
Dari sisi kepolisian, AKP Anom Prabowo menyampaikan pesan Kapolres AKBP Wahyu Sulistyo yang intinya sederhana namun berbobot: Polri tidak ingin lagi datang setelah bencana terjadi. “Kami ubah pola patroli menjadi patroli preventif. Setiap hari ada tim yang standby di 27 titik rawan longsor dan 19 titik rawan banjir. Jika ada tanda-tanda retakan tanah atau debit air naik drastis, kami langsung koordinasi dengan desa setempat untuk evakuasi dini,” ungkapnya.
Yang menarik, apel kali ini juga menjadi ajang “unjuk gigi” relawan lokal. Ratusan anggota Tagana, Pramuka Saka Dirgantara, hingga komunitas pecinta alam dari tiap kecamatan tampil dengan seragam masing-masing—menunjukkan bahwa kesiapsiagaan Wonogiri tidak lagi bergantung hanya pada institusi formal, melainkan telah merembes hingga ke akar rumput.
Saat apel bubar, langit Wonogiri mulai mendung. Beberapa personel terlihat tetap bertahan di alun-alun untuk memeriksa kembali peralatan mereka. Bagi mereka, apel pagi itu bukan penutup, melainkan pembuka dari serangkaian bulan penuh tantangan yang akan datang.
Di tengah prediksi BMKG bahwa La Niña moderat akan memperpanjang musim hujan hingga April 2026, Wonogiri tampaknya telah memilih jalur yang berbeda: bukan lagi bereaksi terhadap bencana, melainkan mendahuluinya.
Pewarta: Nandang Bramantyo

