
RI News Portal. Tangerang Selatan, 21 Juli 2025 — Seorang wartawan media lokal berinisial AS mengalami pemukulan dan pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh pemilik toko dan beberapa warga, usai mencoba mengklarifikasi dugaan aktivitas penjualan obat keras daftar G di sebuah warung di Jalan Pala, Kelurahan Pondok Cabe, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan. Peristiwa ini terjadi pada Senin sore sekitar pukul 17.00 WIB.
Kejadian bermula saat AS menerima telepon dari seorang karyawan toko berinisial AL yang meminta dirinya datang ke lokasi karena banyak wartawan lain juga hadir untuk melakukan konfirmasi terkait aktivitas toko. Setelah mempertemukan para jurnalis dengan kepala toko berinisial RJ, AS justru dituduh sebagai pihak yang membawa media ke lokasi tersebut. “Belum sempat saya menjelaskan, saya langsung dipiting dan dipukul oleh warga dan pihak toko. Bahkan RJ diduga ikut melakukan pemukulan, sebagaimana terekam dalam video saksi,” jelas AS saat diwawancara.
Akibat kejadian itu, AS mengalami luka dan langsung melapor ke Polsek Pamulang. Namun, proses penanganan laporan menimbulkan pertanyaan. Menurut pengakuan AS, sebelum mendapat surat pengantar visum, ia diajak ke TKP lalu kembali ke Polsek dan didesak untuk menandatangani surat pernyataan damai dan pengakuan bersalah, tanpa pendamping hukum. “Dalam kondisi tertekan dan kepala saya sakit, saya tandatangani surat itu tanpa pikir panjang. Baru esok harinya saya sadar bahwa isinya seolah saya pelaku, bukan korban,” ungkapnya.

Setelah berkoordinasi dengan pimpinan medianya, AS bersama kuasa hukum mendatangi kembali Polsek Pamulang untuk membuat laporan resmi. Namun, petugas justru menyarankan agar mediasi dilakukan kembali dengan RJ. Alih-alih bertemu langsung, RJ malah mengirim perwakilan yang tidak terlibat dalam insiden, sehingga AS memilih melapor ke Polres Tangerang Selatan.
Di Polres Tangsel, laporan AS diterima dan ia segera diarahkan ke rumah sakit untuk keperluan visum. Proses hukum selanjutnya, menurut AS, kini diserahkan sepenuhnya kepada kuasa hukum dan pimpinan medianya.
Menanggapi kasus ini, Ketua Tim Investigasi Nasional Forum Wartawan Pemantau Peradilan menyatakan keprihatinannya atas dugaan intervensi oknum kepolisian di Polsek Pamulang. “Sangat tidak etis jika korban pengeroyokan justru disuruh membuat pernyataan bersalah. Kami mendesak Kapolres bahkan Kapolda untuk memeriksa dan menindak tegas oknum yang berpihak, serta menutup toko obat keras ilegal tersebut demi menyelamatkan generasi muda,” ujarnya.
Baca juga : Pelimpahan Berkas Perkara Kasus Kejahatan Seksual Anak di Bawah Umur: Analisis Hukum dan Perlindungan Korban
Kekerasan terhadap wartawan merupakan pelanggaran serius terhadap UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang dalam Pasal 4 Ayat (3) menegaskan bahwa “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” Tindakan pemukulan dan penghalangan kerja jurnalistik bukan hanya tindak pidana, tetapi juga ancaman terhadap kebebasan informasi publik.
Dari sisi hukum pidana, peristiwa ini memenuhi unsur Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, serta Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Selain itu, dugaan rekayasa administratif oleh aparat untuk membalik posisi korban menjadi pelaku, mencerminkan pelanggaran kode etik kepolisian dan dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
Secara etis, tindakan aparat yang mendorong korban untuk menandatangani surat pernyataan damai dalam keadaan tidak sehat dan tanpa pendampingan hukum, bertentangan dengan prinsip due process of law. Dalam konteks hak asasi manusia, hal ini dapat dikategorikan sebagai bentuk pemaksaan kehendak atau coercion yang menyalahi prinsip-prinsip keadilan prosedural.
Rekomendasi Kebijakan:
- Evaluasi dan pengawasan internal Polsek Pamulang oleh Divisi Propam Polri, untuk menelusuri kemungkinan pelanggaran prosedur dan keberpihakan oknum.
- Penindakan hukum terhadap pelaku pengeroyokan, termasuk RJ jika terbukti terlibat, sebagai bentuk komitmen terhadap perlindungan pekerja pers.
- Penutupan warung penjual obat keras ilegal, jika terbukti melanggar UU Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pengawasan Obat Keras.
- Peningkatan perlindungan terhadap jurnalis oleh Dewan Pers, dengan mekanisme tanggap cepat terhadap kasus kekerasan jurnalistik.
- Pendidikan etika dan hukum untuk aparat kepolisian, khususnya terkait perlakuan terhadap pelapor, korban, dan pers.
Kasus AS adalah potret buram relasi antara masyarakat, media, dan aparat penegak hukum. Ia menuntut perhatian serius dari para pemangku kepentingan demi menegakkan keadilan substantif dan menjamin bahwa wartawan dapat bekerja tanpa ancaman dan tekanan.
Pewarta : Moh Romli
