
RI News Portal. Washington 8 Juli 2025 — Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali bertemu di Gedung Putih, Senin (7/7), dalam suasana yang disebut sebagai momentum kemenangan atas Iran. Namun, di balik pertemuan yang tampak penuh euforia itu, perbincangan mendalam justru berfokus pada isu sensitif: perang di Gaza.
Pertemuan ini menjadi pertemuan ketiga kedua pemimpin tahun ini. Trump menekankan bahwa prioritas utama AS saat ini adalah mengakhiri konflik Israel-Hamas di Gaza dan memastikan semua sandera dapat dipulangkan. Juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt menyatakan bahwa Presiden Trump menginginkan solusi segera dan sedang mendorong tercapainya gencatan senjata.
Netanyahu, sebelum bertolak ke Washington, menyatakan kerja sama militer dengan AS atas Iran sebagai “kemenangan besar atas musuh bersama.” Ia juga menyatakan kesediaannya untuk mengejar kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas, sesuai dengan syarat yang sedang dirundingkan.

Rencana gencatan senjata yang sedang dibahas diperkirakan mencakup jeda 60 hari dalam pertempuran, pembukaan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza, dan pembebasan sebagian dari sekitar 50 sandera yang masih ditahan Hamas. Utusan khusus AS, Steve Witkoff, dijadwalkan akan melanjutkan negosiasi ke Doha, Qatar, dalam pekan ini.
Namun, isu krusial tetap menggantung: apakah gencatan senjata ini akan mengakhiri perang secara total? Hamas hanya bersedia membebaskan seluruh sandera jika Israel menghentikan perang sepenuhnya dan menarik diri dari Gaza. Sementara Netanyahu tetap bersikukuh bahwa perang baru akan usai jika Hamas menyerah, melucuti senjata, dan meninggalkan wilayah tersebut.
Trump yang ingin dikenal sebagai pembawa perdamaian global — dan diam-diam mendambakan Hadiah Nobel Perdamaian — juga menekankan pentingnya penyelesaian konflik. Ia telah memfasilitasi sejumlah kesepakatan damai antara negara-negara seperti India-Pakistan dan Kongo-Rwanda, serta Israel-Iran. Kini, ia berharap perannya di Gaza akan menjadi warisan diplomatik berikutnya.
Baca juga : Tragedi di Luweng Rejoso: Depresi Diduga Sebabkan Petani Akhiri Hidup
Meskipun begitu, tekanan politik dalam negeri membayangi Netanyahu. Ia harus menjaga dukungan dari partai-partai sayap kanan dalam koalisinya yang keras menolak penghentian perang. Tapi setelah dukungan kuat AS dalam serangan udara terhadap situs nuklir Iran, Netanyahu mungkin tidak dapat menolak tekanan dari Washington.
Trump bahkan dilaporkan meminta Netanyahu mempertimbangkan pembatalan sidang kasus korupsinya — langkah yang mengindikasikan adanya kepentingan timbal balik dalam hubungan pribadi kedua pemimpin tersebut.
Selain isu Gaza, Trump dan Netanyahu juga membahas perluasan normalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab, termasuk upaya menjajaki perjanjian dengan Suriah pasca-kejatuhan Bashar Assad, serta pendekatan strategis terhadap Arab Saudi. Riyadh disebut hanya bersedia membuka hubungan diplomatik jika ada kemajuan konkret dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina.
Pertemuan Trump-Netanyahu kali ini tak hanya menjadi simbol aliansi strategis AS-Israel, tetapi juga panggung penting bagi masa depan perdamaian di Timur Tengah.
Pewarta : Setiawan S.TH

