
RI News Portal. Wonogiri, Mei 2025 – Di tengah dominasi penggunaan pupuk kimia di sektor pertanian, seorang warga Desa Sugihan, Kecamatan Jatiroto, Kabupaten Wonogiri, berhasil menunjukkan bahwa limbah organik seperti kotoran hewan dan dedaunan ternyata memiliki potensi besar sebagai sumber pupuk organik berkualitas tinggi. Midi, seorang petani lokal, mengolah limbah tersebut melalui proses fermentasi yang terstruktur dan terbukti memberikan hasil signifikan, baik dari segi manfaat agronomis maupun nilai ekonomis.
Dalam wawancaranya, Midi menyampaikan bahwa selama ini para petani di wilayahnya masih menganggap kotoran hewan dan daun-daunan sebagai limbah yang tidak bermanfaat. Padahal, menurut kajian ilmiah, limbah organik kaya akan unsur hara makro dan mikro yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Proses fermentasi yang dilakukan Midi mampu mengurai bahan organik menjadi senyawa yang lebih mudah diserap tanaman, seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).

“Petani di sini masih mengandalkan pupuk kimia. Tapi mulai banyak petani muda, petani milenial, yang melirik pupuk kompos fermentasi seperti buatan saya, terutama untuk hortikultura dan tanaman buah,” ujar Midi.
Pupuk kompos fermentasi buatan Midi telah menjadi bahan penelitian bagi mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Negeri Surakarta (UNS). Kedua institusi tersebut menilai bahwa kualitas dan komposisi pupuk Midi layak dikembangkan lebih lanjut, karena dapat membantu memulihkan struktur dan kesuburan tanah secara alami.
Lebih lanjut, pupuk buatan Midi telah mendapatkan pengakuan resmi dari Kementerian Investasi dan Penanaman Modal berupa dua sertifikat kelayakan pada 29 Juli 2024. Sertifikasi ini menegaskan legalitas dan keamanan produk dalam praktik pertanian berkelanjutan.
Secara ilmiah, pupuk organik hasil fermentasi memiliki sejumlah keunggulan. Proses fermentasi yang dilakukan Midi memanfaatkan prinsip dekomposisi anaerobik maupun aerobik, yang memecah bahan organik menjadi senyawa sederhana. Hasilnya adalah pupuk yang tidak hanya kaya nutrisi, tetapi juga mengandung mikroorganisme yang dapat meningkatkan aktivitas biologis tanah.
Penelitian dari berbagai sumber menyatakan bahwa penggunaan pupuk organik secara berkala dapat memperbaiki porositas tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), dan mempercepat dekomposisi bahan organik dalam tanah, sehingga tanah menjadi lebih gembur dan subur. Hal ini menjadi jawaban atas degradasi lahan akibat penggunaan pupuk kimia jangka panjang.
Modal utama produksi pupuk ini adalah limbah ternak yang diperoleh dari warga sekitar. Midi membeli kotoran sapi seharga Rp5.000 per karung dan kotoran kambing Rp10.000 per karung. Setelah melalui proses fermentasi, pupuk tersebut dijual dengan harga Rp35.000 (sapi) dan Rp40.000 (kambing) per karung. Keuntungan ekonomi yang diperoleh tidak hanya memberdayakan masyarakat, tetapi juga mendorong ekonomi sirkular berbasis desa.
Meski telah mendapatkan pengakuan akademik dan legal, Midi menyadari masih ada tantangan besar dalam mengedukasi masyarakat petani lokal. “Pupuk organik buatan saya belum begitu familier di kalangan petani sini. Mungkin karena minimnya sosialisasi dari pemerintah desa,” pungkasnya.
Dengan munculnya kesadaran dari petani muda dan dukungan dari kalangan akademisi, harapan akan adopsi luas pupuk kompos organik di Wonogiri dan daerah lainnya kian terbuka. Midi telah membuktikan bahwa dengan pendekatan ilmiah dan keseriusan, limbah yang selama ini dianggap remeh bisa menjadi solusi pertanian berkelanjutan.
Pewarta : Nandar Suyadi

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal