RI News Portal. Semarang, 6 November 2025 – Sebuah musibah yang menorehkan luka mendalam bagi komunitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo menimpa enam mahasiswa saat menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Getas, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal. Mereka terseret arus deras Sungai Genting akibat banjir kiriman pasca-hujan lebat di hulu sungai, mengubah momen rekreasi sederhana menjadi bencana yang merenggut nyawa tiga pemuda berpotensi.
Insiden ini terjadi sekitar pukul 13.53 WIB, ketika cuaca tampak cerah dan para mahasiswa, yang terdiri dari 15 peserta KKN, memutuskan untuk bermain air di sungai. Aktivitas tubing—mengapung di atas ban dalam—berlangsung tanpa firasat bahaya, hingga tiba-tiba gelombang banjir menerjang tanpa peringatan. Sembilan mahasiswa berhasil menyelamatkan diri dengan memanjat ke tepian atau bantuan warga setempat, tetapi enam lainnya takluk pada kekuatan arus yang tak terduga. “Banjir ini datang seperti kilat, dari hulu yang tak terlihat,” ungkap seorang warga Dusun Jolinggo, yang menjadi saksi bisu kekejaman alam.
Tim gabungan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kendal, Basarnas Semarang, dan Palang Merah Indonesia (PMI) segera dikerahkan, didukung oleh relawan masyarakat. Hingga malam hari, tiga korban ditemukan dalam kondisi tak bernyawa: Riska Amelia (21) dari Pemalang, ditemukan di dekat Jembatan Kaliringin; M. Labib Rizqi (21) dari Pekalongan, terdampar di Banyuringin; serta Syifa Nadilah (21) dari Pemalang, yang terhanyut tak jauh dari titik kejadian. Jenazah mereka dievakuasi ke Puskesmas Singorojo, sebelum dipindahkan ke Rumah Sakit Suwondo Kendal untuk proses visum dan penyemayaman sementara. Keluarga korban telah dihubungi, mempersiapkan pemulangan yang penuh air mata ke daerah asal masing-masing.

Sementara itu, pencarian untuk tiga mahasiswa lainnya—Nabila Yulian Dessi Pramesti (21) dari Bojonegoro, Bima Pranawira (21) dari Gresik, dan Muhammad Jibril Asyarofi (21) dari Jepara—dihentikan sementara pukul 18.00 WIB karena visibilitas rendah dan arus yang masih deras. Operasi akan dilanjutkan pagi ini, dengan harapan kecil yang kian memudar seiring waktu. Kapolsek Singorojo, AKP Sudali, menekankan koordinasi ketat antarinstansi: “Kami tak tinggalkan sedikit pun celah; setiap inci sungai disisir dengan hati-hati.”
Bupati Kendal, Dyah Kartika Permanasari, langsung menginstruksikan percepatan respons darurat, menyoroti kerentanan wilayah pegunungan terhadap banjir bandang. “Ini bukan hanya tragedi mahasiswa, tapi pelajaran bagi kita semua tentang kesiapsiagaan alam,” katanya, sambil memerintahkan BPBD untuk mereview peta risiko sungai di kecamatan-kecamatan rawan.
Dari kacamata akademis, insiden ini membuka diskusi mendalam tentang paradigma pengabdian masyarakat di perguruan tinggi. Kepala Pusat Pengabdian Masyarakat UIN Walisongo, Masrur, mengonfirmasi bahwa para korban adalah bagian dari program KKN yang bertujuan membangun kemandirian desa melalui pendidikan dan pemberdayaan. Namun, kejadian ini memaksa kampus menghentikan sementara seluruh kegiatan di Desa Getas, menarik pulang 15 peserta ke Semarang untuk evaluasi komprehensif. “KKN bukan sekadar tugas lapangan, tapi ikatan jiwa dengan masyarakat. Kehilangan ini mengguncang fondasi kami,” ujar Masrur, yang juga menyampaikan duka cita mendalam atas gugurnya Riska, Labib, dan Syifa—tiga jiwa yang dikenal sebagai mahasiswa berprestasi di jurusan pendidikan agama.
Baca juga : Polsek Eromoko Perkuat Ketahanan Pangan melalui Pendampingan Intensif Penanaman Jagung di Wonogiri
Rektor UIN Walisongo, Nizar, menambahkan lapisan refleksi struktural. Dalam pernyataannya, ia menjanjikan audit menyeluruh terhadap protokol KKN, mencakup asesmen risiko lingkungan, pelatihan mitigasi bencana, dan penguatan peran dosen pembimbing. “Pengabdian harus lahir dari kearifan, bukan mengorbankan nyawa. Kami akan reformasi sistem: dari pemetaan geospasial sungai hingga simulasi darurat berbasis komunitas,” tegasnya. Langkah awal mencakup penugasan tim psikososial untuk mendampingi mahasiswa yang selamat, termasuk sesi konseling spiritual yang selaras dengan nilai-nilai Islam, serta dukungan finansial untuk keluarga korban.
Para ahli bencana alam, seperti Dr. Rina Susanti dari Institut Teknologi Bandung yang ditelusuri untuk konteks serupa, menyoroti pola berulang banjir kiriman di Jawa Tengah akibat deforestasi hulu dan pola hujan ekstrem akibat perubahan iklim. “Mahasiswa KKN sering kali berada di garis depan, tapi tanpa alat pemantau cuaca real-time atau protokol evakuasi yang ketat, mereka rentan jadi korban,” katanya. Studi kasus dari jurnal Disaster Risk Reduction (2023) menunjukkan bahwa 40 persen insiden lapangan di program pengabdian perguruan tinggi melibatkan elemen alam tak terduga, menekankan urgensi integrasi pendidikan keselamatan sebagai mata kuliah wajib.
Kisah enam mahasiswa ini bukan hanya catatan duka, tapi panggilan untuk transformasi. Di balik air mata warga Desa Getas yang kehilangan mitra pengabdian, dan doa-doa keluarga yang menanti kepastian, tersembunyi peluang untuk KKN yang lebih tangguh: satu yang memadukan semangat muda dengan pengetahuan mitigasi, memastikan pengabdian tak lagi berujung tragedi. Saat tim penyelamat kembali turun ke sungai pagi ini, harapan tetap menyala—bukan hanya untuk menemukan yang hilang, tapi untuk mencegah yang tak terulang.
Pewarta: Sriyanto

