RI News Portal. Wonogiri – Di tengah suhu udara yang mencapai 32 derajat Celcius pada Rabu pagi, ratusan personel dari Polri, TNI, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), relawan lokal, serta instansi pemerintah terkait berkumpul di halaman Mapolres Wonogiri. Acara Apel Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Bencana Hidrometeorologi Tahun 2025 ini menandai langkah strategis dalam menghadapi prediksi curah hujan ekstrem di Jawa Tengah, khususnya wilayah Wonogiri yang rentan terhadap banjir, longsor, dan angin kencang.
Dipimpin langsung oleh Kapolres Wonogiri AKBP Wahyu Sulistyo, S.H., S.I.K., M.P.M., apel dihadiri penuh oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), termasuk Dandim 0728/Wonogiri Letkol Inf Edi Ristriyono, Wakil Bupati Imron Rizkyarno, dan Kepala BPBD Fuad Wahyu Pratama. Kehadiran mereka mencerminkan komitmen kolektif untuk mengintegrasikan pendekatan preventif dalam pengelolaan risiko bencana.
Dalam amanatnya, AKBP Wahyu Sulistyo menekankan bahwa apel ini melampaui dimensi seremonial, berfungsi sebagai mekanisme verifikasi kesiapan operasional. “Prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan peningkatan intensitas hujan hingga 20-30 persen di Jawa Tengah pada musim penghujan 2025-2026. Sinergi lintas sektor menjadi variabel kritis untuk meminimalkan dampak,” ungkapnya. Ia menyoroti bahwa penanggulangan bencana bukan domain eksklusif satu instansi, melainkan tanggung jawab bersama yang bergantung pada koordinasi dan edukasi masyarakat.

Pendekatan preventif menjadi fokus utama. Kapolres menggarisbawahi perlunya edukasi berbasis komunitas untuk meningkatkan resiliensi masyarakat. “Data historis menunjukkan bahwa 70 persen korban bencana dapat dicegah melalui kesadaran dini. Kita harus membangun budaya siaga di tingkat desa,” tambahnya. Hal ini selaras dengan kerangka Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030, yang menekankan peran masyarakat dalam mitigasi.
Lima arahan strategis disampaikan sebagai panduan operasional:
- Penguatan kolaborasi antarinstansi untuk mitigasi proaktif.
- Pendekatan humanis terhadap masyarakat guna mendorong partisipasi aktif.
- Pemetaan kondisi geografis untuk optimalisasi respons lapangan.
- Kepatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) guna menghindari risiko sekunder.
- Koordinasi cepat dan pelaporan real-time untuk akselerasi penyelamatan.
Baca juga : Pohon Tumbang di Jalur Wonogiri–Pacitan: Respons Cepat Mencegah Eskalasi Risiko Bencana Hidrometeorologi
Apresiasi khusus diberikan kepada relawan dan petugas lapangan yang sering beroperasi di garis depan tanpa imbalan materi. “Kontribusi mereka merupakan aset intangible yang memperkuat ketahanan daerah,” ujar Kapolres, menyoroti nilai gotong royong sebagai elemen kultural dalam manajemen bencana Indonesia.
Dari perspektif akademis, inisiatif ini dapat dianalisis sebagai model hybrid governance dalam pengelolaan risiko hidrometeorologi. Studi kasus serupa di daerah rawan bencana seperti Jepang dan Belanda menunjukkan bahwa integrasi teknologi pemantauan dini dengan jaringan komunitas dapat mengurangi kerugian hingga 40 persen. Di Wonogiri, apel ini berpotensi menjadi prototipe untuk replikasi di kabupaten lain, dengan penekanan pada data-driven decision making dan pemberdayaan lokal.
Kegiatan ini menyiratkan transisi dari respons reaktif menuju paradigma proaktif, di mana kesiapan personel dan peralatan menjadi fondasi. Dengan semangat “tangguh bersama”, Wonogiri menegaskan komitmennya menghadapi dinamika iklim yang semakin tidak terduga.
Pewarta: Nandang Bramantyo

