
RI News Portal. Wonogiri, Sekjend Lembaga Justice Enforcement Association ( J.E.A ) Nandang Bramantyo, sebagai putra daerah Wonogiri berpendapat. Ratusan warga Kecamatan Pracimantoro, Wonogiri, kembali menyuarakan penolakan terhadap rencana pendirian pabrik dan tambang semen oleh PT Sewu Surya Sejati (SSS) dan PT Anugerah Andalan Asia (AAA). Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Wonogiri (14/4/2025), masyarakat yang tergabung dalam Paguyuban Tali Jiwa dan Wonoharjo Lestari menyerukan pembatalan proyek yang mengancam ruang hidup dan kelestarian ekosistem karst di wilayah selatan Kabupaten Wonogiri.
Apa yang diperjuangkan oleh warga bukan sekadar penolakan terhadap investasi. Ini adalah perjuangan hidup, ekologi, dan keadilan intergenerasional yang dibungkam oleh logika pembangunan eksploitatif.

Karst: Warisan Alam, Bukan Komoditas
Secara ekologis, kawasan karst Pracimantoro merupakan bentang alam unik yang berperan vital dalam menjaga keseimbangan hidrologi, biodiversitas, serta ketahanan ekologis masyarakat lokal. Sejumlah riset menunjukkan bahwa sistem akuifer karst adalah sumber air utama bagi pertanian dan kebutuhan rumah tangga warga sekitar. Penambangan batu gamping di wilayah ini akan merusak pori-pori alamiah tanah karst yang selama ini menyimpan air hujan, sehingga mengancam ketahanan air dan pangan.
Dampak ekologis ini diperkuat oleh analisis para ahli lingkungan, termasuk Petrasa Wacana, yang menegaskan bahwa perubahan lanskap karst akan memicu degradasi lingkungan yang tak mudah dipulihkan. Penambangan sebesar 4,5 juta ton batu gamping per tahun oleh PT SSS bukan sekadar aktivitas ekonomi—ia adalah bentuk perampasan ekosistem hidup secara sistemik.
Baca juga : Polri Mengirim Pasukan Perdamaian ke Afrika Tengah
Paradoks Regulasi dan RTRW Pro-Industri
Penolakan warga juga diarahkan pada kerangka kebijakan yang melegitimasi ekspansi industri ekstraktif. Revisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2020–2040 yang dinilai condong pada kepentingan industri memperlihatkan bias struktural terhadap kapital. Padahal, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengakui kawasan karst sebagai kawasan lindung geologi yang tidak boleh dimanfaatkan secara sembarangan.
Kelemahan Amdal dan proses perizinan yang kurang transparan juga patut dikritisi. Seharusnya, mekanisme perencanaan ruang menghormati prinsip kehati-hatian (precautionary principle) serta menjamin partisipasi publik secara bermakna, bukan sekadar formalitas.
Demokrasi Deliberatif dan Etika Ekologis Warga
Apa yang dilakukan warga Pracimantoro adalah praktik demokrasi deliberatif. Mereka bukan hanya menolak, tetapi merumuskan visi alternatif pembangunan: pertanian lestari, ketersediaan air, dan kohesi sosial. Ini adalah bentuk etika ekologis—kesadaran moral untuk hidup selaras dengan alam, bukan menaklukkannya.
Dalam kerangka teori Habermas, tindakan warga Pracimantoro adalah artikulasi akal publik (public reason) yang menuntut rasionalitas komunikatif, bukan instrumen kekuasaan. Mereka menggunakan ruang publik sebagai arena diskursus untuk menyuarakan nilai-nilai kehidupan yang tak bisa direduksi menjadi angka-angka investasi.
Nilai investasi sebesar Rp6 triliun kerap dijadikan dalih untuk membenarkan proyek ini. Namun, pertanyaannya: pembangunan ini untuk siapa? Apakah untuk rakyat, atau untuk melanggengkan dominasi modal ?
Ketika investasi menimbulkan keterpecahan sosial, degradasi lingkungan, dan kerentanan hidup petani, maka proyek itu telah kehilangan legitimasi moral.
Warga Pracimantoro telah mengingatkan kita bahwa pembangunan sejati tidak sekadar pertumbuhan ekonomi, melainkan keberlanjutan kehidupan. Negara harus hadir bukan sebagai pelayan modal, tetapi sebagai penjaga keadilan ekologis dan sosial.
Aspirasi warga Pracimantoro adalah suara dari pinggiran yang patut disimak oleh para pengambil kebijakan. Bukan hanya karena mereka terdampak langsung, tetapi karena mereka menunjukkan cara berpikir yang visioner—pembangunan yang menghormati bumi, bukan menaklukkannya.
Kini, bola ada di tangan DPRD dan Pemerintah Kabupaten Wonogiri. Apakah mereka akan memilih keberpihakan kepada kehidupan yang berkelanjutan, atau justru menulis sejarah sebagai bagian dari perusakan yang dilegalkan ?
Penulis : Nandang Bramantyo ( Sekertaris Jendral ) Lembaga Justice Enforcement Association

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal