
RI News Portal. Medan, 3 Juli 2025 — Pemerintah Provinsi Sumatra Utara (Pemprov Sumut) menegaskan komitmennya dalam mendorong reformasi sektor pendidikan melalui kebijakan sekolah lima hari. Gubernur Sumatra Utara, Muhammad Bobby Afif Nasution, menyatakan program ini bertujuan untuk menekan disparitas akses pendidikan, sekaligus meningkatkan rata-rata lama sekolah di wilayah Sumut, yang saat ini masih berkisar 10,5 tahun.
“Dari sistem enam hari menjadi lima hari, namun jam belajar tetap terpenuhi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi disparitas lanjut sekolah,” ujar Bobby dalam Focus Group Discussion (FGD) penerapan sekolah lima hari yang digelar di Kantor Gubernur Sumut, Kamis (3/7/2025).
Menurut Bobby, hari Sabtu yang sebelumnya dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran di sekolah, akan difungsikan sebagai ruang pembentukan karakter di lingkungan keluarga. Dengan demikian, orang tua diharapkan lebih aktif berperan dalam pendidikan anak, termasuk dalam menanamkan nilai moral serta mencegah potensi perilaku menyimpang.

“Orang tua jangan hanya berpikir menafkahi atau memberi jaminan ekonomi yang baik, tetapi juga memastikan anak memiliki mental yang bagus dan terhindar dari kriminalitas,” tambahnya. Bobby menekankan, keberhasilan kebijakan ini membutuhkan dukungan lintas sektor, khususnya peran keluarga dalam melakukan pengawasan dan pendampingan anak.
Selain itu, Bobby juga mengingatkan agar lembaga bimbingan belajar (Bimbel) tidak memanfaatkan kebijakan ini untuk membuka paket-paket belajar di hari Sabtu secara masif, yang justru dapat mengurangi tujuan program. Ia berharap Dinas Pendidikan bersama stakeholder lain dapat melakukan monitoring ketat agar waktu keluarga benar-benar terjaga.
“Jangan nanti Bimbel membuka paket semua hari Sabtu, diskon pula. Jadi harus benar-benar dilakukan monitoring, supaya kebijakan ini berjalan sesuai rencana,” tegasnya.
Kebijakan peralihan sekolah enam hari menjadi lima hari ini sejalan dengan konsep school-life balance, yang menekankan pentingnya sinergi antara pendidikan formal di sekolah dan pendidikan karakter di rumah. Di sisi lain, terdapat tantangan implementasi, termasuk penyesuaian kurikulum, penjaminan kualitas waktu belajar, serta pengawasan agar tidak muncul praktik komersialisasi pendidikan di luar sekolah.
Dalam perspektif kebijakan publik, pendekatan ini menunjukkan upaya negara dalam memperluas fungsi keluarga sebagai mitra pendidikan, bukan hanya menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pengasuhan kepada sekolah. Apabila diimplementasikan dengan pengawasan yang efektif, program sekolah lima hari di Sumut berpotensi menurunkan disparitas pendidikan dan meningkatkan kualitas generasi muda secara lebih menyeluruh.
Pewarta : Adi Tanjoeng
