
RI News Portal. Batam, 7 Juni 2025 – Polemik hukum terkait kapal supertanker berbendera Iran, MT Arman 114, kembali mencuat ke publik setelah Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau resmi mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Batam yang memenangkan gugatan perdata Ocean Mark Shipping Inc (OMS) sebagai pemilik sah kapal tersebut.
Langkah banding ini diajukan pada Rabu, 4 Juni 2025, sebagaimana dikonfirmasi oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kepri Teguh Subroto melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum). Menurut Teguh, putusan perdata Nomor 323/Pdt.G/2024/PN Btm yang dibacakan pada 2 Juni 2025 telah mencederai prinsip keadilan dan berpotensi menjadi preseden buruk dalam praktik penegakan hukum di perairan nasional.
“Hakim telah keliru, khilaf, dan salah dalam menerapkan hukum,” tegas Teguh. “Kami yakin hukum dan keadilan akan menjadi panglima, dan putusan pengadilan tinggi akan mengoreksi kekeliruan tersebut.”
Putusan perdata ini menjadi sorotan tajam karena bertolak belakang dengan putusan pidana sebelumnya dalam perkara Nomor 941/Pid.Sus/2023/PN Btm, yang memutuskan bahwa kapal MT Arman 114 beserta muatannya dirampas untuk negara. Dalam perkara pidana tersebut, nakhoda kapal, Mahmoad Abdelaziz Mohamed Hatiba—warga negara Mesir—divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp5 miliar akibat pembuangan limbah secara ilegal di perairan Kepulauan Riau.

Ironisnya, dalam amar putusan perdata, Majelis Hakim yang diketuai Benny Yoga Dharma menyatakan OMS sebagai pemilik sah kapal dan memerintahkan Kejaksaan untuk menyerahkan kapal beserta seluruh muatan dan dokumen—sebanyak 74 item—kepada penggugat. Hakim juga menyatakan bahwa putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam perkara perdata ini.
Secara akademis, perbedaan tajam antara putusan pidana dan perdata dalam perkara yang menyangkut objek hukum yang sama mengangkat pertanyaan mendasar tentang prinsip res judicata dan ne bis in idem. Hal ini menyentuh aspek penting dalam teori hukum: apakah putusan pidana yang memutus rampasan negara terhadap suatu benda dapat diabaikan dalam sengketa perdata yang menyangkut benda yang sama?
Pengabaian terhadap putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap berpotensi melemahkan sistem kepastian hukum nasional. Dari sudut pandang hukum acara, keputusan perdata ini bisa menimbulkan conflict of norms, khususnya dalam konteks tumpang tindih antara yurisdiksi perdata dan pidana atas objek kapal dan muatannya.
Kasus MT Arman 114 tidak hanya berkaitan dengan konflik kepemilikan semata, tetapi juga menyentuh dimensi lingkungan dan kedaulatan negara. Sebagai kapal berbendera Iran yang terlibat dalam kejahatan lingkungan di wilayah yurisdiksi Indonesia, kasus ini menjadi ujian serius bagi negara dalam menegakkan hukum laut dan perlindungan lingkungan maritim.
Pakar hukum internasional, Prof. Andika Wiratama dari Universitas Maritim Raja Ali Haji, menilai bahwa “jika negara tunduk pada pengakuan hak milik pihak asing tanpa mempertimbangkan pelanggaran pidana yang nyata dan terbukti, maka hal itu menjadi kemunduran dalam upaya menjaga integritas yurisdiksi perairan nasional.”
Lebih jauh, kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana koordinasi antar-lembaga penegak hukum, seperti Kejaksaan, Pengadilan, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam menangani kasus lintas sektor dan lintas yurisdiksi. Lemahnya harmonisasi antara proses hukum pidana dan perdata menunjukkan perlunya reformasi kelembagaan dalam sistem peradilan nasional, khususnya dalam konteks hukum laut dan maritim.
Kejaksaan menegaskan akan mengawal proses banding hingga tuntas. Bila perlu, menurut sumber internal, Kejaksaan Agung akan membawa kasus ini ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung sebagai bentuk tanggung jawab menjaga marwah hukum nasional.
Kasus MT Arman 114 adalah refleksi nyata dari kompleksitas penegakan hukum maritim di Indonesia. Ketika aspek pidana, perdata, dan internasional saling bersinggungan, maka sistem hukum nasional ditantang untuk tampil konsisten dan berdaulat. Keputusan Pengadilan Negeri Batam akan menjadi preseden penting: apakah hukum Indonesia mampu bersikap tegas terhadap pelanggaran lingkungan dan kedaulatan, ataukah akan tunduk pada klaim kepemilikan korporasi asing?
Pewarta : Jhon Sinaga

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal