
RI News Portal. Sragen 13 Juli 2025 – Pemerintah Kabupaten Sragen secara resmi meluncurkan program seragam sekolah gratis bagi siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri dari keluarga kurang mampu, mulai tahun ajaran 2025/2026. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya konkret pemerintah daerah dalam menanggulangi kesenjangan akses pendidikan serta beban biaya pendidikan dasar, khususnya di wilayah dengan tingkat kemiskinan ekstrem.
Peluncuran program ini menandai perubahan kebijakan pendidikan yang inklusif dan pro-rakyat, sejalan dengan semangat pemerataan kualitas pendidikan nasional. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen, Prihantomo, menyatakan bahwa pada tahap awal program difokuskan pada siswa miskin, dengan perluasan cakupan pada tahun 2026 untuk seluruh siswa baru SD dan SMP.
“Untuk SMP, sebanyak 8.000 siswa dari keluarga kurang mampu akan menerima satu stel seragam putih-biru dengan anggaran Rp1,4 miliar dari DIPA,” ujar Prihantomo, Minggu (13/7/2025).
Untuk jenjang SD, meskipun jumlah pasti penerima masih dalam tahap verifikasi oleh Bidang SD, program seragam merah-putih menjadi prioritas utama. Disdikbud Sragen juga menyebutkan bahwa jenis seragam lain, seperti olahraga dan batik, belum masuk dalam skema pembiayaan dan menjadi tanggung jawab wali murid. Namun, opsi penggunaan seragam lungsur dari kakak tingkat diperbolehkan demi fleksibilitas.

Terkait dengan isu harga seragam batik yang menuai kritik masyarakat, Prihantomo menjelaskan bahwa penentuan harga diserahkan sepenuhnya kepada pihak pedagang dan disepakati bersama oleh wali murid. Sistem distribusi ini melibatkan platform dagang lokal seperti Gentrade.
Sementara itu, Kabid Pembinaan SMP Disdikbud Sragen, M. Farid Wajdi, menekankan bahwa program ini secara teknis disalurkan melalui mekanisme afirmatif berbasis data Program Indonesia Pintar (PIP) dan aplikasi Si Pintar. Hanya siswa yang terverifikasi sebagai penerima bantuan pendidikan yang akan mendapatkan seragam gratis.
“Data siswa kurang mampu disandingkan dengan aplikasi Si Pintar untuk penyaringan,” jelas Farid.
Untuk siswa SD, Kabid Pembinaan SD, Suwarno, menambahkan bahwa program ini menargetkan 61 desa dengan kategori kemiskinan ekstrem. Anggaran sebesar Rp3,15 miliar dialokasikan untuk tahun 2025 guna menyediakan dua stel seragam utama per siswa. Implementasi dilakukan secara bertahap: 21 desa pada 2025, 20 desa pada 2026, dan sisanya pada 2027.
“Harapan kami meringankan beban keluarga kurang mampu, terutama pada masa awal tahun ajaran,” ujar Suwarno.
Anggota DPRD Sragen dari Partai Golkar, Pujono Elli Bayu Effendi, menyambut positif program ini dan menyatakan bahwa inisiatif tersebut telah lama menjadi aspirasi masyarakat. Ia menegaskan pentingnya penyusunan kebijakan seragam sekolah yang longgar dan manusiawi.
“Aspirasi ini berasal dari keluhan ibu-ibu yang menangis karena kesulitan membeli seragam saat anak masuk sekolah. Saya sebagai wakil rakyat tentu memiliki amanah memihak rakyat,” ungkapnya.
Pujono juga mengingatkan bahwa program serupa pernah dilaksanakan dan sangat membantu keluarga miskin. Ia mendorong agar aturan terkait seragam tidak memberatkan siswa dan orang tua, termasuk dalam hal pemilihan jenis kain, tempat pembelian, dan toleransi atas seragam bekas.
Secara akademis, kebijakan seragam gratis ini dapat dikaji melalui pendekatan keadilan distributif dalam pendidikan. Dalam kerangka tersebut, negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin bahwa seluruh anak bangsa dapat mengakses pendidikan tanpa hambatan ekonomi. Seragam sekolah, meskipun kerap dipandang sebagai simbol formalitas, dalam kenyataan sering menjadi beban biaya yang signifikan bagi keluarga miskin.
Lebih jauh, program ini sejalan dengan amanat Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang layak. Jika diimplementasikan secara transparan dan terintegrasi dengan data kemiskinan aktual, program seragam gratis ini berpotensi memperkuat inklusi sosial dan partisipasi pendidikan di Sragen.
Namun, penting untuk dicatat bahwa kebijakan ini masih memerlukan evaluasi jangka menengah dan panjang. Aspek efektivitas anggaran, transparansi pengadaan, serta pemantauan kualitas barang harus dikawal secara ketat agar tidak terjadi penyimpangan atau ketimpangan dalam realisasi teknis di lapangan.
Peluncuran program seragam gratis di Sragen merupakan representasi nyata dari reformasi kebijakan pendidikan daerah yang berpihak pada masyarakat kecil. Jika dijalankan dengan prinsip tata kelola yang baik dan akuntabel, program ini tidak hanya mengurangi beban ekonomi keluarga, tetapi juga memperkuat iklim pendidikan yang setara dan bermartabat.
Pewarta : Adiat Santoso

