RI News Portal. Semarang, 12 Desember 2025 – Di koridor Direktorat Tahanan dan Barang Bukti Polda Jawa Tengah, Kompol Dr. Hj. Maria Widowati, S.H., M.H., Ph.D., berjalan dengan langkah yang sama tegapnya seperti saat ia memimpin apel pagi tahanan wanita atau saat mengantar jemaah haji lansia menuju Jamarat. Di usia 56 tahun, perwira polisi wanita kelahiran Semarang ini menjalani hari-harinya dengan tiga identitas yang jarang bertemu dalam satu napas: penegak disiplin internal kepolisian, mualaf yang menjadi pembimbing ibadah haji, serta doktor hukum yang baru saja diangkat menjadi dosen penguji program magister di universitas Kristen ternama.
“Integritas itu bukan kata-kata, tapi kebiasaan yang dibangun bertahun-tahun,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis siang (11/12/2025). Lima belas dari 35 tahun pengabdiannya dihabiskan di bidang Profesi dan Pengamanan (Propam), pengalaman yang menurutnya membentuk karakternya sebagai polisi yang tak pernah mengenal kompromi terhadap pelanggaran, sekaligus manusia yang memahami arti pertobatan.
Perjalanan spiritualnya dimulai tahun 2004. Dengan disiplin yang sama seperti saat bertugas, ia mempelajari Islam secara mandiri hingga akhirnya mengucapkan syahadat. Umrah pertama baru ia laksanakan tahun 2019, disusul haji pada 2023. Dua tahun kemudian, ia justru kembali ke Tanah Suci bukan sebagai jemaah, melainkan sebagai petugas. Tahun 2025 ini ia bertugas dalam Tim Perlindungan Jemaah (Linjam) Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi wilayah kerja Jawa Tengah – kolaborasi Kementerian Agama dan Polda Jateng.

“Saya sering menemani lansia yang sudah tak kuat berjalan, membawa kursi roda mereka, mencarikan anak atau cucu yang tersesat di kerumunan. Rasanya seperti menggendong ibu sendiri,” ceritanya dengan mata berkaca. “Sebagai mualaf, saya justru yang paling terharu ketika diberi amanah melayani tamu-tamu Allah.”
Di dalam negeri, suaranya tak kalah lantang. Setiap akhir pekan, ia memenuhi undangan majelis taklim dan pondok pesantren di berbagai kabupaten di Jawa Tengah. Materi favoritnya: pencegahan kenakalan remaja, keamanan ibadah haji, dan kisah hijrahnya sendiri. Ia juga rutin membina rohani tahanan wanita di berbagai rutan, mengajak mereka untuk “bertobat sebelum terlambat dan bangkit menjadi ibu yang lebih baik bagi anak-anaknya.”
November 2025 lalu, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga resmi mengukuhkannya sebagai dosen penguji eksternal program S2 Fakultas Hukum. Keputusan yang bagi sebagian orang mungkin terdengar paradoks – seorang polwan berjilbab menjadi penguji di perguruan tinggi Kristen – justru disambut hangat oleh rektorat.
“Ilmu hukum tidak mengenal agama. Yang penting integritas dan kompetensi,” kata Maria sederhana. “Saya ingin menunjukkan kepada kedua anak saya bahwa belajar itu seumur hidup.”
Rahasia menjalani segudang peran itu, katanya, hanya satu: disiplin waktu. “Mengajar Sabtu pagi, ceramah malam atau Minggu, musim haji ya sesuai penugasan. Selama prioritas tetap pada tugas pokok kepolisian, yang lain mengalir.”
Pengabdiannya tak luput dari pengakuan nasional. Pada 24 Oktober 2025, Forum Peduli Prestasi Bangsa (FPPB) menganugerahkannya The Best Indonesia Leader Award 2025 bersama 13 tokoh lain yang dinilai berjasa bagi bangsa.
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto, menyebut Kompol Maria sebagai representasi nyata Polri Presisi yang humanis. “Beliau membuktikan bahwa seragam polisi bisa menjadi sarana dakwah, pendidikan, sekaligus pelayanan sosial. Ini yang kami harapkan dari setiap anggota Polri: hadir di tengah masyarakat bukan hanya saat ada kasus, tapi setiap saat dibutuhkan.”

Di akhir perbincangan, Maria menitipkan pesan kepada generasi muda, khususnya mahasiswa: “Jangan melihat polisi hanya dari berita negatif. Masih banyak polisi yang setiap hari berusaha memberikan yang terbaik, dengan cara masing-masing. Saya hanya salah satu dari mereka.”
Di tengah sorot lampu ruang wawancara yang mulai redup, sosok perwira berjilbab itu berjalan kembali ke koridor tahanan – tempat ia akan memulai pembinaan malam bagi para wanita yang sedang menebus masa lalu. Besok, ia akan terbang ke Tanah Suci lagi, atau mungkin menguji tesis mahasiswa S2, atau berceramah di sebuah desa terpencil.
Bagi Kompol Dr. Hj. Maria Widowati, hari hanyalah pergantian tugas, bukan akhir pengabdian.
Pewarta : Nandang Bramnatyo

