RI News Portal. Semarang, 6 November 2025 – Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) berhasil mengungkap praktik penipuan berkedok fasilitasi penerimaan Taruna Akademi Kepolisian (Akpol) angkatan 2025, dengan total kerugian mencapai Rp2,65 miliar. Kasus ini menyoroti kerentanan sistem rekrutmen institusi penegak hukum terhadap eksploitasi kepercayaan publik, di mana pelaku memanfaatkan aspirasi keluarga untuk memasuki jalur karier kepolisian.
Pengungkapan ini diumumkan dalam konferensi pers khusus kasus menonjol yang berlangsung di lobi Mapolda Jateng pada Rabu siang, 5 November 2025. Acara dipimpin Wakapolda Jateng Brigjen Pol Latif Usman, didampingi Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Kombes Pol Dwi Subagio, Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Kabid Propam) Kombes Pol Saiful Anwar, Kepala Bidang Humas Kombes Pol Artanto, serta sejumlah pejabat utama lainnya.
Menurut Brigjen Pol Latif Usman, kasus bermula dari laporan seorang warga yang menjadi korban. Pelaku menawarkan “jalur khusus” untuk meluluskan anak korban sebagai taruna Akpol dengan imbalan finansial besar. “Uang diserahkan secara bertahap, namun seleksi resmi tetap tidak dilalui, menyebabkan kerugian materiil signifikan,” ujarnya, menekankan bahwa janji tersebut hanyalah ilusi untuk mengeksploitasi harapan orang tua.

Kombes Pol Dwi Subagio merinci, kasus terjadi di wilayah Pekalongan dan Kota Semarang sepanjang Desember 2024 hingga April 2025. Penyidik menetapkan empat tersangka: dua oknum anggota Polri berinisial AUK (38) dan FR (41), serta dua warga sipil berinisial SAP (54) dan JW (43). SAP, salah satu pelaku sipil, secara spesifik mengklaim sebagai kerabat dekat petinggi Polri untuk membangun kredibilitas palsu. “Pemeriksaan mendalam membuktikan klaim tersebut tidak berdasar, semata-mata strategi manipulasi,” tambah Dwi Subagio.
Modus operandi sindikat ini melibatkan pengakuan koneksi dengan pejabat tinggi Polri, diikuti permintaan pembayaran bertahap. Barang bukti yang disita mencakup dokumen pernyataan, rekaman transfer antarrekening, uang tunai Rp600 juta, dan dua perangkat telepon seluler. Para tersangka dijerat Pasal 378 KUHP jo. Pasal 372 KUHP, dengan potensi hukuman penjara hingga empat tahun.
Aspek etika internal menjadi fokus utama. Kombes Pol Saiful Anwar menyatakan, kedua oknum Polri telah menjalani sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP). “Mereka ditahan di tempat khusus selama 30 hari sebelum diputuskan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), sebagai bentuk akuntabilitas institusi,” katanya, menggarisbawahi komitmen zero tolerance terhadap pelanggaran integritas.
Baca juga : Peringatan HUT ke-6 Partai Gelora di Trenggalek: Memperkokoh Fondasi Politik Lokal Menuju 2029
Brigjen Pol Latif Usman menegaskan prinsip rekrutmen Polri yang bersifat merit-based dan gratis. “Hanya empat elemen esensial yang diperlukan: kesehatan fisik, kebugaran, stabilitas mental-psikologis, dan kemampuan intelektual. Tidak ada ruang untuk intervensi berbayar,” tegasnya, memperingatkan bahwa upaya “jalan pintas” justru merusak fondasi profesionalisme.
Kombes Pol Artanto menambahkan imbauan preventif: masyarakat diminta waspada terhadap tawaran mencurigakan dan segera melaporkan indikasi calo atau pungutan liar. “Transparansi menjadi pilar utama; setiap tahap seleksi diawasi ketat untuk menjamin keadilan,” ujarnya.
Kasus ini tidak hanya menyoroti risiko penipuan di sektor publik, tetapi juga memperkuat narasi reformasi internal Polri pasca-vonis etik. Dengan kerugian sebesar itu, insiden ini menjadi studi kasus tentang bagaimana ambisi karier dapat dieksploitasi, mendorong evaluasi lebih lanjut terhadap mekanisme verifikasi calon peserta.
Pewarta: Nandang Bramantyo

