
RI News Portal. Jakarta, 30 Juni 2025 – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengonfirmasi bahwa insiden tergelincirnya pesawat Batik Air dengan nomor registrasi PK-LDJ di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Sabtu (28/6/2025) disebabkan oleh faktor cuaca ekstrem, bukan gangguan teknis atau human error. Pesawat Boeing 737-8GP tersebut tergelincir saat mendarat setelah melakukan prosedur go around akibat kondisi meteorologis yang tidak memungkinkan di bandara tujuan.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Lukman F. Laisa, menjelaskan bahwa pesawat Batik Air dengan nomor penerbangan ID 6820 (rute Cengkareng–Lubuklinggau) terpaksa kembali ke bandara asal setelah menghadapi cuaca buruk di Bandara Silampari, Sumatera Selatan.
“Berdasarkan laporan, jarak pandang di Bandara Silampari pukul 15.30 WIB hanya 1.000 meter, disertai hujan lebat dan awan cumulonimbus,” kata Lukman dalam keterangan resmi, Senin (30/6/2025). Kondisi tersebut dinilai di bawah ambang batas minimum keselamatan pendaratan, memaksa pilot melakukan holding (mengitari udara) sebelum memutuskan kembali ke Jakarta.

Saat mendarat di Soekarno-Hatta, pesawat yang mengangkut 141 penumpang dan awak kabin tersebut tergelincir di landasan basah akibat hujan deras. Namun, tidak ada korban jiwa atau luka-luka dalam kejadian ini.
Sebelumnya, Danang Mandala Prihantoro, Corporate Communications Strategic Batik Air, menyatakan bahwa pendaratan dilakukan sesuai standar operasional.
“Pesawat mendarat dalam kondisi aman meskipun cuaca buruk. Seluruh prosedur diikuti dengan ketat,” ujarnya, Minggu (29/6/2025).
Insiden ini kembali menyoroti tantangan operasional penerbangan selama musim pancaroba, di mana perubahan cuaca ekstrem kerap terjadi. Kemenhub mengimbau maskapai dan pilot untuk selalu memprioritaskan safety first, termasuk mempertimbangkan delay atau pembatalan penerbangan jika kondisi cuaca membahayakan.
Otoritas penerbangan juga akan mengevaluasi laporan akhir investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terkait insiden ini untuk meminimalisir risiko serupa di masa depan.
Pewarta : Yudha Purnama
