RI News Portal. Wonogiri, 10 November 2025 – Di tengah hiruk-pikuk pembangunan daerah yang semakin akseleratif, Kabupaten Wonogiri memperingati Hari Pahlawan ke-80 dengan pendekatan yang tidak hanya seremonial, melainkan sebagai ruang introspeksi kolektif terhadap esensi perjuangan di era modern. Upacara bendera yang digelar di Alun-Alun Giri Krida Bhakti pada Senin pagi (10/11/2025) menjadi titik kulminasi dari serangkaian refleksi ini, dihadiri sekitar 800 peserta yang mewakili spektrum luas elemen masyarakat: dari pimpinan forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda), aparatur sipil negara, pelajar, hingga kelompok masyarakat sipil.
Tema yang diusung, “Pahlawanku Teladanku, Terus Bergerak, Melanjutkan Perjuangan”, mencerminkan upaya sistematis untuk mentransformasikan narasi historis menjadi blueprint aksi kontemporer. Bupati Wonogiri, Setyo Sukarno, yang bertindak sebagai inspektur upacara, tidak sekadar membacakan amanat protokoler, melainkan menyuguhkan analisis mendalam tentang evolusi bentuk perjuangan. Ia menekankan bahwa legacy pahlawan nasional bukanlah artefak statis, melainkan katalisator dinamis untuk pembangunan inklusif.
“Perjuangan masa kini telah bermetamorfosis dari senjata tradisional menjadi instrumen pengetahuan, empati kolektif, dan dedikasi institusional. Inti semangatnya tetap: advokasi bagi kelompok marginal, penegakan keadilan distributif, serta jaminan aksesibilitas kemajuan bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa eksklusi,” ungkap Bupati Setyo Sukarno, yang analisisnya menggemakan teori modernisasi Amartya Sen tentang pembangunan sebagai perluasan kapabilitas manusia.

Kehadiran penuh jajaran Forkopimda—termasuk Kapolres Wonogiri AKBP Wahyu Sulistyo, Dandim 0728/Wonogiri Letkol Inf Edi Ristriyono, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Ketua Pengadilan Negeri—menandakan komitmen institusional terhadap sinergi lintas sektor. Kebersamaan ini bukanlah formalitas belaka, melainkan manifestasi dari konsep good governance yang meniscayakan kolaborasi untuk mengatasi tantangan lokal seperti disparitas ekonomi dan kerentanan sosial di wilayah perdesaan Wonogiri.
Paralel dengan upacara kabupaten, Polres Wonogiri menyelenggarakan ritual internal di halaman markasnya, yang melibatkan seluruh jenjang personel: pejabat utama, perwira, bintara, aparatur sipil negara, serta anggota Bhayangkari. Wakapolres Kompol Parwanto menyampaikan pidato yang mengintegrasikan etos kepahlawanan dengan etika profesi kepolisian modern. Ia mengartikulasikan bahwa Hari Pahlawan merupakan momen evaluasi diri bagi institusi penegak hukum untuk memperkuat integritas, profesionalisme, dan orientasi pelayanan publik.
“Implementasi semangat kepahlawanan harus transenden ke dalam praktik konkret: pengabdian tanpa pamrih, pelayanan yang empatik, serta pemeliharaan reputasi institusi sebagai pilar kepercayaan publik,” tegas Kompol Parwanto, yang pernyataannya selaras dengan paradigma community policing yang menekankan kemitraan dengan masyarakat.
Baca juga : Ziarah Nasional Hari Pahlawan ke-80 di Wonogiri: Menyemai Semangat Juang melalui Teladan Kepahlawanan
Secara akademis, peringatan ini dapat dianalisis melalui lensa teori konstruksi identitas nasional Ernest Gellner, di mana ritual kolektif seperti upacara bendera berfungsi sebagai mekanisme reproduksi narasi bersama. Di Wonogiri, kegiatan ini tidak hanya mempertahankan memori historis, melainkan mereinterpretasinya untuk menjawab isu kontemporer seperti transformasi digital, ketahanan pangan, dan pemberdayaan perempuan—agenda yang semakin krusial di kabupaten dengan basis agraris.
Lebih jauh, sinergi antara pemerintah daerah, aparat keamanan, dan masyarakat sipil dalam peringatan ini mencerminkan model collaborative governance yang potensial untuk direplikasi di daerah lain. Harapannya, api nasionalisme yang dinyalakan melalui momen ini akan menjadi energi sustainer bagi inovasi pembangunan berkelanjutan, memastikan bahwa semangat “bergerak dan melanjutkan” bukanlah slogan kosong, melainkan komitmen operasional seluruh warga Wonogiri.
Pewarta : Nandang Bramantyo

