
“Pemaknaan ulang atas sejarah lokal seperti yang dilakukan dalam peringatan Hari Jadi Wonogiri merupakan praktik politik identitas yang sehat dan berakar. Ini penting untuk memperkuat legitimasi sosial pemerintah daerah dan memperkuat solidaritas warga.”
RI News Portal. Wonogiri 20 Mei 2025 – Hari Jadi Kabupaten Wonogiri yang diperingati setiap tanggal 19 Mei bukan semata seremoni administratif, melainkan refleksi historis yang sarat makna simbolik dan politis. Peringatan ke-284 tahun ini (2025) menjadi momentum strategis untuk merekonstruksi memori kolektif masyarakat terhadap akar-akar perjuangan dan identitas lokal yang tumbuh dari semangat perlawanan Raden Mas Said. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri memanfaatkan peringatan ini dengan berbagai agenda partisipatif yang menghubungkan masa lalu dengan dinamika sosial masa kini.
Tanggal 19 Mei 1741 tercatat dalam sejarah lokal sebagai hari pertama Raden Mas Said—yang kelak dikenal sebagai KGPAA Mangkunagoro I—menginjakkan kaki di Dusun Nglaroh, Selogiri, dalam rangkaian perlawanan terhadap ketidakadilan yang menggerogoti Keraton Mataram. Dengan mengangkat sumpah perjuangan di Watu Gilang, RM Said memulai fondasi pemerintahan lokal bersama rakyat dan para pengikutnya.

Peristiwa ini tidak hanya bermakna simbolik tetapi juga menjadi basis embrional dari terbentuknya sistem pemerintahan lokal yang pada akhirnya menjadi cikal bakal Kabupaten Wonogiri. Penetapan Hari Jadi Kabupaten Wonogiri kemudian diformalkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 1990 oleh Pemkab Wonogiri.
Dalam peringatan tahun ini yang jatuh pada hari Senin, 19 Mei 2025, Pemkab Wonogiri menyelenggarakan berbagai acara yang bersifat edukatif, kultural, hingga rekreatif. Rangkaian kegiatan tersebut meliputi napak tilas perjuangan Raden Mas Said, pameran produk unggulan UMKM, perlombaan tradisional, hingga panggung hiburan rakyat.
Peringatan ini menunjukkan pendekatan partisipatif dan inklusif, di mana sejarah lokal tidak hanya diperingati secara simbolik, tetapi dijadikan instrumen membangun kesadaran historis generasi muda. Di sisi lain, pelibatan UMKM dalam rangkaian acara memperlihatkan upaya mengintegrasikan penguatan ekonomi lokal dengan pembangunan identitas daerah.
Baca juga : Dugaan Korupsi Fasilitas Kredit LPEI: KPK Panggil Komisaris Utama PT Mentari Agung Jaya Usaha Sebagai Saksi
Raden Mas Said, atau Pangeran Sambernyawa, adalah figur yang menandai perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dan ketidakadilan feodal. Dengan semboyan “Tiji Tibeh, Mati Siji Mati Kabeh, Mukti Siji Mukti Kabeh”, ia memformulasikan etos kolektif yang mendahului konsep demokrasi partisipatoris dan keadilan sosial modern.
Kepemimpinan RM Said juga merupakan contoh awal dari hubungan pemimpin dan rakyat yang bersifat interdependen, seperti tersirat dalam semboyan “Pamoring Kawulo Gusti”. Konsep ini masih relevan dalam praktik pemerintahan lokal kontemporer, yang dituntut mengedepankan keterlibatan warga dan transparansi.
Peringatan Hari Jadi Wonogiri ke-284 bukan sekadar momen selebratif, melainkan sarana rekontekstualisasi nilai-nilai perjuangan dan kebudayaan lokal dalam arsitektur pembangunan daerah. Di tengah gelombang globalisasi dan homogenisasi budaya, penguatan identitas lokal berbasis sejarah menjadi fondasi penting bagi pembentukan karakter daerah yang unik dan berdaya saing.

Dengan mengaitkan sejarah lokal ke dalam program-program pembangunan dan pendidikan, Pemkab Wonogiri telah menempuh langkah progresif dalam menumbuhkan rasa memiliki dan kebanggaan warga terhadap daerahnya. Hal ini juga memperkuat posisi Wonogiri sebagai entitas historis dan kultural yang berkontribusi terhadap sejarah nasional Indonesia.
Peringatan Hari Jadi Kabupaten Wonogiri ke-284 tahun ini menjadi pengingat bahwa sejarah lokal adalah fondasi penting dalam pembentukan jati diri kolektif dan arah pembangunan daerah. Penguatan nilai-nilai perjuangan Raden Mas Said melalui perayaan publik dan partisipasi warga adalah bentuk nyata dari pelestarian memori kultural sekaligus pendidikan kewargaan.
Ke depan, tantangan yang perlu dihadapi adalah bagaimana menjadikan peringatan semacam ini sebagai bagian dari kurikulum sejarah lokal, serta memanfaatkan kearifan lokal dalam penyusunan kebijakan publik berbasis nilai-nilai etika, solidaritas sosial, dan keberanian melawan ketidakadilan.
Pewarta : Nandar Suyadi

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal