
RI News Portal. Sragen 17 Juli 2025 – Praktik peredaran rokok ilegal kembali menjadi perhatian publik di Kabupaten Sragen. Diduga, sebuah toko di kawasan Pasar Pojok, Kecamatan Sukodono, melakukan penjualan rokok tanpa pita cukai secara sembunyi-sembunyi. Toko tersebut berada di samping Masjid Besar Jami dan disebut milik seseorang bernama Sri Rinto.
Temuan ini terungkap setelah tim LintasindoNews berhasil membeli dua merek rokok, yakni Smith seharga Rp14.000 dan Joos seharga Rp12.000, keduanya tanpa dilengkapi pita cukai. Transaksi dilakukan secara tertutup, memperkuat dugaan adanya praktik ilegal di lokasi tersebut.
Pada Selasa (15/7/2025), tim LintasindoNews melaporkan temuan tersebut langsung ke Polsek Sukodono. Namun, karena Kapolsek sedang sakit, laporan diterima oleh Kanit Intel yang menyatakan akan meneruskan laporan ke pimpinan. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian terkait tindak lanjut kasus ini.

Direktur Eksekutif Advokasi Hukum dan HAM SAPU JAGAD, Agus Yusuf Ahmadi, S.H., M.H., C.Me., CLA., menilai lambannya respons aparat dapat menimbulkan kesan pembiaran.
“Kami menduga ada operasi terorganisir dan kemungkinan dibackup oleh pihak tertentu. Ini harus segera ditindak,” tegas Agus Yusuf.
SAPU JAGAD mendesak pihak Bea Cukai, Pemkab Sragen, dan Kepolisian untuk segera mengambil tindakan menyeluruh guna memutus rantai distribusi rokok ilegal di wilayah Sragen.
1. Dasar Hukum Peredaran Rokok Ilegal
Peredaran rokok tanpa pita cukai melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 200/PMK.04/2008. Sanksinya diatur dalam Pasal 54 UU Cukai, yaitu pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta denda minimal 2 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Baca juga : Kominfo Nias Barat Dorong Profesionalisme ASN Melalui Pembekalan Teknis dan Etika Kerja Digital
2. Dampak bagi Penerimaan Negara
Rokok ilegal merugikan negara karena cukai adalah salah satu kontributor utama APBN. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), potensi kerugian akibat peredaran rokok ilegal mencapai triliunan rupiah per tahun. Hilangnya pendapatan negara berdampak pada pengurangan alokasi untuk kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
3. Dampak Sosial dan Ekonomi Lokal
Di tingkat masyarakat, praktik ini memunculkan persaingan tidak sehat bagi pengusaha rokok legal. Selain itu, rokok ilegal sering tidak memenuhi standar kesehatan karena tidak melalui proses pengawasan mutu.
4. Efek Hukum bagi Penjual dan Konsumen
Penjual rokok ilegal berpotensi dijerat pidana dengan ancaman hukuman penjara dan denda. Konsumen tidak dijerat secara langsung, tetapi ikut berkontribusi dalam rantai peredaran ilegal.
5. Tantangan Penegakan Hukum
Lambannya respons aparat menimbulkan pertanyaan terkait integritas penegakan hukum. Apabila benar ada indikasi dukungan pihak tertentu, hal ini masuk kategori tindak pidana korupsi karena melibatkan penyalahgunaan wewenang untuk melindungi aktivitas ilegal.
Peredaran rokok ilegal bukan hanya masalah pidana, tetapi juga berdampak sistemik terhadap pendapatan negara, kesehatan masyarakat, dan integritas hukum. Penegakan hukum harus dilakukan secara tegas dan transparan, melibatkan Bea Cukai, Kepolisian, dan Pemerintah Daerah.
Selain itu, perlu edukasi publik tentang bahaya membeli rokok ilegal dan pentingnya cukai sebagai sumber pembiayaan negara.
Pewarta : red (Sragen)
