
RI News Portal. Gunungsitoli, 19 Juni 2025 — Kejaksaan Negeri Gunungsitoli menetapkan dan menahan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) berinisial DJZ atas dugaan tindak pidana korupsi berupa pungutan liar (pungli) terkait pembayaran honorarium kepada Kelompok Kerja (Pokja) Netralitas ASN pada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Gunungsitoli Tahun Anggaran 2023. DJZ yang menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran Pembantu ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan pada Kamis, 19 Juni 2025.
Menurut keterangan resmi Kepala Seksi Intelijen Kejari Gunungsitoli, Yaatulo Hulu, S.H., M.H., penetapan status tersangka dilakukan berdasarkan hasil penyidikan intensif yang menemukan cukup alat bukti atas dugaan pungli. Modus operandi yang dilakukan tersangka adalah dengan mentransfer honorarium kepada tujuh anggota Pokja selama dua bulan, kemudian meminta pengembalian separuh dari jumlah tersebut (satu bulan honor) ke rekening pribadi DJZ. Ironisnya, kegiatan sosialisasi Netralitas ASN yang menjadi dasar pencairan honorarium tersebut ternyata tidak pernah dilaksanakan.
Penetapan tersangka dilakukan melalui Surat Penetapan Nomor: TAP-10/L.2.22/Fd.1/06/2025 dan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-09/L.2.22/Fd.1/06/2025, keduanya tertanggal 19 Juni 2025. Pemeriksaan kesehatan terhadap tersangka oleh tenaga medis Puskesmas Gunungsitoli menyatakan DJZ dalam kondisi sehat dan layak ditahan. Saat ini, DJZ menjalani penahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Gunungsitoli selama 20 hari, terhitung sejak 19 Juni hingga 8 Juli 2025.

DJZ disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (e) Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yang secara spesifik mengatur tindakan korupsi dengan menyalahgunakan jabatan untuk memaksa seseorang menyerahkan sesuatu.
Kasus ini menyoroti peran strategis bendahara pengeluaran dalam tata kelola keuangan lembaga negara, sekaligus menegaskan celah struktural dalam pengawasan internal yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Tindakan DJZ, yang menggunakan mekanisme transfer resmi sebagai modus pungli, menunjukkan bahwa praktik korupsi telah beradaptasi dengan prosedur birokrasi modern.
Secara kelembagaan, praktik ini mencoreng integritas penyelenggara pemilu, khususnya dalam konteks netralitas ASN. Pembentukan Pokja Netralitas ASN sejatinya adalah bagian dari penguatan demokrasi dan perlindungan terhadap proses pemilu yang adil. Ketika fungsi ini diselewengkan, bukan hanya terjadi kerugian keuangan negara, melainkan juga terjadi degradasi kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi.
Dari perspektif etika birokrasi, kasus ini menandai kegagalan prinsip accountability dan transparency dalam pengelolaan anggaran yang seharusnya berbasis pada output kegiatan yang terukur dan nyata. Ketiadaan pelaksanaan kegiatan tetapi tetap adanya pembayaran honorarium memperjelas adanya rekayasa administratif yang terorganisir.
Kejaksaan Negeri Gunungsitoli menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum dan memberantas tindak pidana korupsi di daerah. Penanganan kasus DJZ menjadi contoh penting dalam konteks reformasi birokrasi dan penguatan integritas sektor publik. Ke depan, pengawasan atas mekanisme honorarium, verifikasi kegiatan, serta pelaporan keuangan harus diperketat agar tak menjadi celah penyalahgunaan kewenangan oleh oknum PNS.
Pewarta : Adi Tanjoeng

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal
#teman, #all, #wartawan, #berita