
RI News Portal. Jakarta, 28 Juli 2025 — Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menunjukkan komitmen kuat dalam mengatasi persoalan buang air besar sembarangan (BABS), khususnya di wilayah padat penduduk Jakarta Timur. Melalui kolaborasi strategis dengan ahli biogas dari Kediri yang dikenal sebagai “Ratu Biogas Indonesia”, Pemprov DKI mulai membangun sistem sanitasi terpadu berbasis teknologi tepat guna.
Peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan tangki septik komunal terintegrasi teknologi biogas dan sistem tangki skala rumah tangga dilakukan di kawasan Rusunami Bidara Cina, Jakarta Timur, Senin (28/7). Acara tersebut dihadiri langsung oleh Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, yang menegaskan bahwa isu sanitasi adalah prioritas kemanusiaan dan kesehatan yang tak dapat ditunda.
“Kami secara serius menyelesaikan persoalan BABS, terutama di kawasan padat seperti Rusunami Bidara Cina. Sistem ini tidak hanya menghentikan praktik BAB di sungai, tetapi juga mengubah limbah menjadi energi alternatif,” ungkap Pramono.

Program ini menyasar 2.936 jiwa dari 921 kepala keluarga (KK) yang sebelumnya masih melakukan BABS di saluran air terbuka dan sungai. Pemerintah menargetkan eliminasi total praktik BABS di seluruh wilayah padat DKI Jakarta, dengan pendekatan berbasis komunitas dan partisipatif.
Pramono menegaskan bahwa sebagian besar warga yang menjadi sasaran program sebelumnya masih membuang kotoran langsung ke saluran terbuka atau badan air, akibat keterbatasan infrastruktur sanitasi dasar.
“Ini bukan hanya soal teknis sanitasi. Ini menyangkut martabat dan kenyamanan warga. BAB adalah urusan privasi dan harus dilakukan dalam kondisi yang layak,” tambahnya.
Baca juga : Polres Lampung Timur Tangkap Tiga Tersangka Narkoba: Upaya Tegas Melindungi Remaja dari Jerat Narkotika
Yang membedakan pendekatan kali ini adalah penggunaan teknologi biogas dalam pengelolaan limbah domestik. Teknologi ini memungkinkan limbah kotoran manusia diproses menjadi gas metana, yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif untuk memasak. Hal ini membuka potensi integrasi antara sanitasi dan ketahanan energi berbasis rumah tangga.
Implementasi program juga melibatkan sektor swasta melalui skema Corporate Social Responsibility (CSR). Model kolaboratif lintas sektor ini menjadi contoh praktik baik dalam pembangunan berkelanjutan berbasis kebutuhan lokal.
Penerapan sistem sanitasi layak ini tidak hanya menyasar aspek infrastruktur, tetapi juga dimaksudkan untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat. Intervensi perilaku menjadi salah satu tantangan utama dalam agenda Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya target 6.2: “Akses ke sanitasi dan kebersihan yang memadai dan merata bagi semua serta menghentikan buang air besar sembarangan.”
“Ini menyangkut kebutuhan dasar harian warga. Harapannya, perilaku masyarakat berubah dan Jakarta menjadi kota yang bersih, sehat, dan berdaya,” jelas Pramono.
Pemprov DKI Jakarta merencanakan ekspansi program sanitasi ke 10 titik rawan BABS yang telah teridentifikasi, antara lain di Kelurahan Bidara Cina, Rawa Bunga, Kampung Rambutan, Pekayon, Pinang Ranti, Cipinang Melayu, Penggilingan, Kayu Manis, Cipinang, dan Klender. Pemerintah daerah tingkat kota dan kecamatan diinstruksikan untuk aktif melaporkan dan mengintervensi wilayah-wilayah dengan sanitasi kritis.
“Saya minta para wali kota dan camat proaktif. Banyak wilayah yang enggan melaporkan persoalan ini secara terbuka, padahal ini menyangkut kesehatan publik,” tegas Pramono.
Program ini dapat dikaji dalam kerangka kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy), di mana pendekatan teknologi tepat guna dan intervensi perilaku menjadi komponen kunci dalam menyelesaikan masalah sanitasi. Studi WHO dan UNICEF mencatat bahwa praktik BABS berkontribusi signifikan terhadap penyebaran penyakit berbasis air seperti diare, kolera, dan hepatitis A.
Inovasi biogas yang diusung juga menunjukkan potensi integrasi waste-to-energy yang ramah lingkungan dan ekonomis. Program ini dapat menjadi studi kasus unggulan dalam tata kelola sanitasi kota metropolitan di negara berkembang.
Pewarta : Yogi Hilmawan
