
RI News Portal. Seoul, Korea Selatan 03 Juni 2025 — Jutaan warga Korea Selatan memberikan suara dalam pemilihan presiden luar biasa pada Selasa (3/6), menyusul pemakzulan dan pemberhentian Presiden Yoon Suk Yeol. Pemilu mendadak ini digelar setelah Yoon, tokoh konservatif, menghadapi dakwaan pemberontakan atas penerapan darurat militer sepihak yang dilakukannya pada Desember lalu.
Komisi Pemilihan Umum Korea Selatan menyatakan pemungutan suara dilakukan di 14.295 tempat pemungutan suara (TPS) mulai pukul 06.00 hingga 20.00 waktu setempat. Hasil sementara diperkirakan dapat diketahui paling cepat tengah malam.
Kandidat dari Partai Demokrat, Lee Jae-myung, yang juga menjadi tokoh sentral dalam upaya pemakzulan Yoon, diprediksi unggul dalam pemilu kali ini. Survei pra-pemilu menunjukkan tingginya dukungan publik terhadap Lee, seiring meningkatnya kekecewaan masyarakat terhadap partai konservatif.
Dalam kampanye terakhirnya, Lee menjanjikan reformasi ekonomi, pengurangan ketimpangan sosial, dan pemulihan persatuan nasional. Ia memperingatkan bahwa kemenangan lawannya akan membuka jalan bagi kembalinya “pasukan pemberontak” dan pelemahan demokrasi.

“Jika mereka menang, demokrasi akan hancur, hak rakyat dirampas, dan negara kita terancam menjadi bangsa terbelakang,” ujar Lee di hadapan para pendukungnya di Seoul.
Sementara itu, kandidat konservatif Kim Moon Soo menuduh Lee berambisi menguasai seluruh kekuasaan negara dan berpotensi menjadi pemimpin otoriter. Menurut Kim, kemenangan Lee akan memperbesar risiko penyalahgunaan wewenang, pembalasan politik, dan pengesahan undang-undang yang melindungi dirinya dari proses hukum.
“Lee sedang mencoba membangun kediktatoran seperti Hitler,” kata Kim dalam kampanye di Busan.
Kim, mantan Menteri Ketenagakerjaan di bawah pemerintahan Yoon, menghadapi tantangan berat untuk merebut suara moderat, di tengah konflik internal di tubuh Partai Kekuatan Rakyat.
Presiden terpilih akan langsung dilantik pada Rabu (4/6) tanpa masa transisi seperti biasanya. Ia akan menghadapi sejumlah tantangan besar, termasuk perlambatan ekonomi, kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump, dan ancaman nuklir dari Korea Utara.
Baca juga : Indonesia Open 2025: Momentum Evaluasi dan Harapan Baru bagi Regenerasi Bulu Tangkis Nasional
Bank Sentral Korea Selatan baru-baru ini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 menjadi 0,8%, menyusul ketidakpastian politik dalam negeri dan pengaruh kebijakan tarif AS. Pemerintah Korea Selatan juga menggelar rapat darurat usai Trump mengumumkan kenaikan tarif baja dan aluminium hingga 50% yang berlaku mulai 4 Juni.
Dalam isu hubungan luar negeri, Lee dan Kim sama-sama menekankan pentingnya aliansi dengan Amerika Serikat, meskipun pendekatannya berbeda. Lee mendukung pendekatan diplomatis terhadap Korea Utara, namun mengakui kecilnya peluang pertemuan puncak dengan Kim Jong Un dalam waktu dekat.
Sementara Kim berkomitmen untuk memperkuat hubungan dengan Washington dan menyatakan kesiapan bertemu Trump segera setelah terpilih.
Hingga kini, hubungan antar-Korea tetap memburuk sejak 2019. Korea Utara terus menolak dialog dan justru memperkuat kerja sama dengan Rusia.
Pemilu ini merupakan ujian besar bagi stabilitas demokrasi Korea Selatan setelah gejolak politik selama beberapa bulan terakhir. Presiden baru dituntut tidak hanya memulihkan kepercayaan publik, tetapi juga mengarahkan negara melewati tantangan ekonomi dan keamanan yang kompleks.
Pewarta : Setiawan S.TH

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal