
RI News Portal. Jakarta, 26 Juni 2025 — Pemerintah Republik Indonesia menegaskan komitmennya untuk menjadikan pengurangan risiko bencana sebagai fondasi utama dalam setiap rencana pembangunan nasional dan daerah. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno, menyampaikan bahwa seluruh pemangku kebijakan dituntut untuk meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya perencanaan pembangunan yang tidak hanya progresif secara ekonomi, tetapi juga berorientasi pada ketahanan lingkungan dan sosial.
Dalam pernyataannya yang dikutip pada Kamis (26/6/2025), Pratikno menekankan bahwa pembangunan seharusnya menjadi solusi dalam meningkatkan resiliensi masyarakat terhadap bencana, bukan sebaliknya menjadi faktor penyebab munculnya bencana baru. “Satu isu penting yang kami mohon untuk menjadi perhatian adalah pencegahan bencana. Bagaimana kita resilien terhadap bencana,” ujar Pratikno.
Menko PMK menyoroti fenomena pembangunan yang justru memperburuk kondisi lingkungan dan meningkatkan kerentanan masyarakat, terutama akibat minimnya analisis risiko dalam tahap perencanaan. Salah satu contoh konkret yang diangkat adalah pembangunan infrastruktur jalan yang sering kali menutup aliran air atau tidak disertai dengan sistem drainase yang memadai. Kondisi ini berpotensi memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir, yang kini menjadi jenis bencana paling dominan di Indonesia.

“Kalau ada pembangunan yang menambah bencana, berarti ada masalah dalam perencanaan dan di pembangunan itu sendiri. Jangan sampai membangun jalan malah menimbulkan bencana banjir. Ini tidak boleh terjadi,” tegas Pratikno.
Lebih lanjut, Pratikno menjelaskan bahwa Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar dari dampak perubahan iklim yang memperburuk ketidakpastian cuaca dan meningkatkan frekuensi serta intensitas bencana alam. Bencana seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan kini semakin sering terjadi dan berdampak langsung pada sektor-sektor strategis seperti pertanian, kesehatan, serta ketahanan pangan nasional.
“Perubahan iklim ini mempunyai implikasi yang luar biasa terhadap bencana, terutama pada sektor pertanian yang mengganggu produksi pangan. Bahkan juga berdampak terhadap meningkatnya penyakit,” katanya.
Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, Pratikno menyerukan agar kepala daerah dan seluruh pemangku kepentingan di tingkat lokal mulai merancang sistem ketahanan wilayah yang adaptif, baik terhadap risiko bencana maupun terhadap perubahan iklim. Hal ini harus dicapai melalui penguatan sinergi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, dengan mengedepankan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, tata ruang berbasis risiko bencana, dan pengelolaan lingkungan yang partisipatif.
Baca juga : Desa Slogoretno Masuk 15 Besar Nasional: Model Inovasi Digitalisasi Desa dari Wonogiri
“Pembangunan harus memperkuat wilayah, bukan melemahkan. Kita harus memastikan bahwa pembangunan tidak sekadar membangun fisik, tetapi juga membangun ketahanan dan keberlanjutan,” tutup Pratikno.
Pernyataan ini mencerminkan transformasi paradigma pembangunan di Indonesia: dari pembangunan berbasis pertumbuhan ekonomi semata menuju pendekatan integratif yang memperhitungkan faktor ekologis, sosial, dan risiko bencana. Dalam konteks akademik dan kebijakan publik, hal ini memperkuat urgensi pelaksanaan Disaster Risk Reduction (DRR) dalam setiap tahapan pembangunan nasional — mulai dari perencanaan tata ruang, infrastruktur, hingga kebijakan sosial dan ekonomi.
Dengan memperkuat integrasi antara pembangunan dan ketahanan bencana, Indonesia diharapkan dapat mewujudkan masyarakat yang lebih tangguh, adil, dan berkelanjutan di tengah dinamika lingkungan global yang semakin kompleks.
Pewarta : Yudha Purnama

Jangan takut berbeda, itu yang membuatmu istimewa.